Rabu, 23 November 2011

Simpang-Siur Daerah Tertingggal




Pemberitaan yang menyebutkan bahwa Kabupaten Karimun termasuk ke dalam salah satu dari 50 daerah tertinggal di Indonesia ternyata menimbulkan dampak yang cukup panjang (disini). Banyak pihak turut memberikan komentarnya mengenai pemberitaan tersebut, dan kemudian menimbulkan kesimpangsiuran mengenai kebenaran informasi tersebut (disini). Bagaimana tidak, berbagai indikator makro sosial ekonomi Kabupaten Karimun pada beberapa tahun terakhir nyata-nyata telah menunjukkan perkembangan yang impresif dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya.
Indikator perekonomian misalnya, menunjukkan performa yang cukup stabil selama beberapa tahun terakhir. Bahkan ketika laju pertumbuhan Kota Batam dan nasional sebagai barometer mengalami perlambatan dibawah lima persen akibat krisis global pada tahun 2008 dan 2009, pencapaian Kabupaten Karimun tetap berada diatas kisaran enam persen dan bahkan terus meningkat. Sementara itu pada bidang sosial juga indikator tingkat pengangguran dan kemiskinan juga telah berada dibawah delapan persen dan terus menujukkan penurunan, jauh dibandingkan dengan pencapaian secara nasional.
Secara umum keseluruhan pencapaian pembangunan di Kabupaten Karimun yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga cukup tinggi, menempati peringkat 133 dari hampir 500 Kabupaten Kota di Seluruh Indonesia. Dengan demikian pantaslah jika banyak pihak yang merasa gusar. Bahkan tidak kurang dari Bupati Karimun sekalipun merasa gerah dengan polemik yang berkembang, seolah-olah pemerintah daerah telah gagal dalam melaksanakan kinerja pembangunan di Kabupaten Karimun. Maka pertanyaan pun kemudian diarahkan kepada BPS sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan data dan informasi bagi pemerintah pusat (disini).
Anggapan bahwa Kabupaten Karimun dimasukkan sebagai salah satu derah tertinggal karena jumlah penduduk miskin hasil pendataan tahun 2010 yang berjumlah 13.000 jiwa juga perlu dipertanyakan kembali. (disini) Angka kemiskinan di Kabupaten Karimun yang dihasilkan BPS tahun 2010 berdasarkan SUSENAS mencapai kurang dari delapan persen, atau diperkirakan sebanyak 16 ribu jiwa. Jika mengacu kepada data mikro, by name by address, jumlah penduduk miskin yang digunakan tahun 2010 masih sama dengan tahun 2008 yaitu 11.704 rumah tangga atau 54.903 jiwa. Sementara itu, menurut data dari Dinas Catatan Sipil & KB Kab. Karimun, jumlah keluarga Pra Keluarga sejahtera sebanyak 8.955 keluarga, dan kategori Keluarga Sejahtera I dengan alasan Ekonomi mencapai  12.774 keluarga. Dengan demikian, jumlah angka yang paling mungkin dimaksudkan oleh pejabat terkait bukan berasal dari BPS namun data kategori Keluarga Sejahtera I dengan alasan Ekonomi dari Dinas Catatan Sipil dan KB.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, permasalahan daerah tertinggal ditangani oleh KNPDT, sementara itu tugas pokok dan fungsi Kementerian Sosial lebih diarahkan pada upaya-upaya Rehabilitasi, Pemberdayaan, serta Jaminan dan Perlindungan Sosial. Berdasarkan data dari Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT), daerah tertinggal di Indonesia sampai saat ini berjumlah 149 Kabupaten. Sementara untuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau sendiri yang termasuk ke dalam daerah tertinggal adalah Kabupaten Natuna (disini). Dengan demikian jelas bahwa Rakornas Kementerian Sosial sebagaimana yang dikatakan oleh pejabat Dinas Sosial Kabupaten Karimun bukan membahas mengenai daerah tertinggal.    
                Polemik mengenai masuknya Kabupaten Karimun sebagai daerah tertinggal tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika semua pihak mau saling berkoordinasi dalam pemanfaatan data dan informasi yang dimiliki. Kesimpangsiuran opini yang berkembang menunjukkan adanya informasi yang asimetris antara pihak pemberi keterangan dengan pihak-pihak yang ikut menanggapinya. Untuk itu siapapun perlu lebih hati-hati dalam menyikapi data kemiskinan. Data kemiskinan yang tersedia saat ini mungkin diragukan oleh banyak pihak, namun peranannya masih sangat penting dalam program pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah sebagai alat kontrol terhadap kinerja pemerintah.
                Selain menimbulkan polemik, informasi mengenai Kabupaten Karimun sebagai daerah tertinggal juga membuka mata kita mengenai betapa pentingnya data. Kesadaran untuk menghasilkan data yang berkualitas harus menjadi tanggung jawab bersama semua pihak. Membangun data memang mahal, namun akan lebih mahal jika kita membangun tanpa data.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bermanfaat? mohon tinggalkan jejak..