Jumat, 30 Oktober 2009

Ketika Daerah Hampir Kolaps



Pertengahan Oktober 2009, Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun dilanda kegemparan. Bukan akibat dari gempa  bumi yang akhir-akhir ini marak melanda kawasan di sekitar Pulau Sumatera dan Jawa, namun menyusul diterimanya kabar dari Dirjen Perimbangan Anggaran di Jakarta bahwa alokasi DAU Kabupaten Karimun berkurang drastis hingga mencapai separuhnya. Pada tahun 2009, alokasi DAU Kabupaten Karimun mencapai 181 miliar rupiah, namun pada tahun 2010, nilai tersebut dipangkas menjadi ‘hanya’ 77 miliar saja.
Sebenarnya bukan hanya Kabupaten Karimun saja yang mengalami pemangkasan alokasi DAU tersebut. Pada tahun anggaran 2010 hampir sebagian besar daerah di seluruh Indonesia juga mengalami penurunan alokasi DAU. Namun tetap saja pengurangan alokasi DAU ini dirasa sangat memberatkan bagi pemerintah Kabupaten Karimun. Apalagi selain menerima pengurangan alokasi DAU, Kabupaten Karimun juga harus menerima pengurangan DAK dari 70 miliar menjadi 2 miliar saja.
Menyikapi hal tersebut, pemerintah Kabupaten Karimun bak kebakaran jenggot. Bupati Karimun Nurdin Basirun bahkan harus sampai tiga kali bolak balik ke Jakarta untuk melobi pemerintah pusat agar bersedia merevisi ketentuan alokasi DAU tahun 2010. Pada kunjungan terakhir, bersama-sama dengan pimpinan Kabupaten Kota lain yang juga merasa keberatan terhadap alokasi DAU tahun 2010 mengadakan pertemuan dengan pemerintah pusat membahas langkah-langkah yang harus diambil untuk menyikapi hal tersebut.
Sementara itu di Tanjung Balai Karimun sendiri para PNS daerah ikut mengalami keresahan. Karena hal ini menyangkut bagaimana gaji yang akan mereka terima selama setahun ke depan. Betapa tidak, dengan jumlah PNS daerah yang mencapai empat ribu orang lebih, pada tahun 2009 pemerintah Kabupaten Karimun harus menganggarkan gaji dan tunjangan pegawai mencapai 114 miliar. Nilai tersebut pada tahun depan tentu akan terus bertambah, apalagi pada akhir 2009 ini Kabupaten Karimun berencana mengangkat 209 honorer menjadi CPNS, serta melaksanakan penerimaan CPNS baru sebanyak 431 orang. Dengan demikian pada tahun 2010, kebutuhan anggaran gaji dan tunjangan pegawai diperkirakan akan mencapai 130 miliar.
Sebenarnya keresahan Bupati Karimun dan segenap PNS daerah tersebut dapat dimaklumi. Karena jika kita menilik kepada formulasi penghitungan DAU yang sesuai dengan UU menyebutkan bahwa DAU adalah penjumlahan dari Alokasi Dasar (AD) dengan Celah Fiskal (CF). Dimana Alokasi Dasar merupakan jumlah seluruh gaji dan tunjangan PNS daerah. Dengan demikian seharusnya DAU yang diterima oleh Kabupaten Karimun lebih besar atau sama dengan jumlah Alokasi Dasar. Dengan kata lain, untuk anggaran tahun depan pemerintah Kabupaten Karimun akan kekurangan dana untuk membayar gaji serta tunjangan pegawai. Dan jika diibaratkan sebuah perusahaan, maka Kabupaten Karimun dapat dikatakan sudah hampir kolaps. 
Sebagai tindak lanjut dari lobi yang dilakukan oleh kepala daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Karimun kemudian berusaha mencari tahu penyebab turunnya nilai alokasi DAU tersebut. Pada tanggal 13 dan 16 Oktober BAPPEDA mengundang Bagian Keuangan Daerah dan BPS untuk mencoba menghitung berapa DAU yang seharusnya diterima. Penulis mewakili BPS Karimun mencoba untuk menyajikan data dan paparan mengenai bagaimana formulasi penghitungan DAU.
Dari hasil pertemuan tersebut sekiranya ada beberapa kesimpulan yang penulis dapatkan mengenai DAU yang diterima oleh Kabupaten Karimun. Pertama, penurunan DAU merupakan salah satu akibat dari maraknya pemekaran daerah yang terjadi. Jika diibaratkan sebuah kue, maka porsi anggaran perimbangan yang didapatkan oleh daerah semakin lama akan semakin kecil apabila jumlah daerah penerima terus bertambah. Apalagi mengingat maraknya bencana yang terjadi akhir-akhir ini, maka cukup wajar apabila porsi alokasi DAU lebih diprioritaskan kepada daerah-daerah yang menjadi korban bencana.
Kedua, penurunan DAU Kabupaten Karimun bisa jadi merupakan dampak dari semakin meningkatnya PAD Kabupaten Karimun. Dengan tren yang terus menanjak, maka PAD yang tinggi akan menghasilkan kapasitas fiskal yang besar. Jika kapasiats fiskal yang dihasilkan lebih besar dari kebutuhan fiskal, maka hal ini akan menyebabkan celah fiskal menjadi negatif. Celah fiskal yang negatif berarti akan mengurangi nilai Alokasi Dasar yang harus diberikan pemerintah pusat. Hal inilah yang merupakan cikal bakal kemandirian daerah dalam membiayai pembangunannya.
Ketiga, banyak pihak terkait di daerah yang belum paham bagaimana cara menghitung formulasi DAU yang didapatkan. Jika nilai alokasi DAU tersebut meningkat, maka hal itu menjadi kebanggan bagi daerah, seolah-olah hal itu merupakan kepercayaan pusat terhadap kinerja daerah. Namun jika nilai DAU turun, maka mereka segera mendatangi BPS untuk mengkonfirmasi kebenaran data yang dihasilkan. Dengan turunnya DAU sepertinya membuka mata pemerintah daerah mengenai betapa strategisnya data yang dihasilkan BPS. Karena selama ini banyak diantara mereka hanya mau mendapatkan data-data yang lengkap tanpa tahu bagaimana BPS menghasilkannnya.
Berita terakhir yang didapat penulis adalah bahwa Pemda Karimun telah membatalkan penerimaan CPNS baru untuk tahun anggaran 2009. Selain itu, dipastikan bahwa PNS Daerah harus bersiap-siap apabila anggaran untuk tunjangan daerah mereka ikut mengalami pemotongan. Perlu diingat juga bahwa meningkatnya PAD Karimun 80 persen merupakan kontribusi dari sektor pertambangan granit yang harganya diatur oleh pasar yang berada Singapura. Rencana tutupnya dua perusahaan tambang granit menyusul semakin merosotnya harga granit di pasaran seperti memperlihatkan betapa labilnya PAD Kabupaten Karimun. Dengan demikian, dampaknya segera dirasakan pada APBD tahun 2010, dan yang akan terkorbankan adalah proyek pembangunan yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat.


Selasa, 15 September 2009

yang tersisa dari PUT09

Menjadi pegawai BPS dituntut untuk mengetahui banyak hal, terutama bagi petugas lapangan. Mereka inilah ujung tombak yang menentukan setiap kesuksesan kegiatan BPS. Oleh karena itulah saat pergi ke lapangan, setiap petugas lapangan BPS harus selalu memasang mata dan telinga mereka baik-baik untuk memperhatikan keadaan di sekitarnya. Seperti ketika sedang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk melaksanakan SUSENAS, seorang petugas lapangan juga harus memperhatikan ada tidaknya pabrik baru yang dilewati, atau dimana letak suatu perusahaan, karena itu mungkin akan berguna bagi mereka dalam survei lainnya. Bahkan pada hal-hal kecil seperti sawah yang baru dibuat, atau tumbuhan tebu yang ada di pinggir jalan, ingatan terhadap tempat-tempat tersebut akan menentukan lengkap tidaknya data yang dikumpulkan.
Hal ini terbukti pada saat pelaksanaan Pendataan Usaha Tani tahun 2009 (PUT09). Secara teori, pada pelaksanaan lapangan PUT09, petugas BPS sebenarnya tinggal menanyakan kepada narasumber setempat yang bisa terdiri atas pihak kelurahan, tokoh masyarakat, ataupun Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk menemukan keberadaan Rumah Tangga Pertanian Padi, Jagung, Kedelai, dan Tebu (RTUT-PJKT). Tapi pada kenyataannya informasi yang didapatkan dari narasumber tersebut kadang-kadang kurang lengkap, terutama di daerah padat penduduk. Banyak aparat kelurahan yang tidak mengetahui tentang berapa dan siapa saja warganya yang mungkin termasuk ke dalam RTUT-PJKT, atau saat petugas PPL sulit untuk ditemui. Sehingga dalam melakukan pencarian RTUT-PJKT tersebut, petugas BPS harus berkeliling sendiri untuk melakukan pencarian. Dengan demikian metode pencacahan yang tadinya cacah lengkap, kadang-kadang bisa berubah menjadi Snowballing Sampling.
Salah satu responden PUT09 yang ditemukan melalui contoh ini ialah Bapak Emanuel Payo. Petugas lapangan berhasil mengidentifikasi rumah tangganya sebagai responden setelah saat sedang berkeliling dengan menggunakan motor. Ketika melihat adanya tumbuhan tebu di pinggir jalan, petugas berinisiatif untuk berhenti dan masuk ke kebun Bapak Payo. Setelah memastikan bahwa luas kebun tebu tersebut memenuhi syarat, maka petugas kemudian mendatangi rumahnya dan melakukan pendataan, padahal saat itu si petugas sedang dalam tugas untuk melaksanakan survei lainnya.
Bapak Payo yang berasal dari Flores Nusa Tenggara, telah tinggal tinggal di tempat tersebut selama puluhan tahun. Rumah tangga Bapak Payo menempati tanah seluas 4000 m2 di daerah Wonosari, Kecamatan Meral. Dari seluruh luas tanah tersebut 3000 m2 diantaranya ditanami dengan tebu, sementara sisanya merupakan lahan untuk rumah dan pekarangan. Tanah tersebut bukan milik Bapak Payo, namun beliau dipercaya untuk menempatinya tanpa membayar, bahkan telah membangun rumah diatasnya. Jenis tebu yang ditanam adalah tebu lokal yang batangnya berwarna cerah. Tebu jenis inilah yang ditanam oleh sebagian besar penduduk di wilayah Karimun.
Sebagaimana penduduk Karimun lainnya, bertani bukan merupakan mata pencarian utama bagi Bapak Payo. Oleh karena itu, tebu yang ditanam tidak memiliki jarak yang beraturan, malah lebih terkesan seperti tanaman liar. Memang sebagian besar tebu yang ditanam di Karimun tidak dirawat oleh pemiliknya. Walaupun demikian, hasilnya cukup untuk menambah pemasukan sehari-hari. Ketika tiba waktu panen, akan datang penampung yang membeli tebunya dengan harga 2000 rupiah per batang. Tebu tersebut selanjutnya akan diolah menjadi minuman dan dijual di pinggir jalan. Minuman dari air tebu cukup digemari oleh masyarakat di Karimun.
Selama ini berbagai kebutuhan pangan pokok masyarakat Karimun seperti beras, gula, dan kedelai masih di datangkan dari luar pulau. Karena letaknya yang dekat dengan Malaysia, sebagian besar malah diimpor langsung dari negara tersebut. Hanya komoditas jagung yang banyak diusahakan dan mampu mencukupi kebutuhan tingkat lokal. Selain karena struktur tanah yang memang kurang cocok untuk pertanian, kegiatan bercocok tanam komoditas padi, jagung, kedelai, dan tebu dinilai tidak menguntungkan, sehingga seringkali hanya dikerjakan sebagai sambilan.
Selama ini arah kebijakan pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Karimun memang diarahkan kepada sektor perkebunan. Namun dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap pengaruh harga di luar daerah, maka tidak ada salahnya jika pengembangan komoditas tersebut mulai dijalankan. Misalnya melalui rintisan pembukaan lahan penanaman padi di Kecamatan Kundur Barat yang telah dilaksanakan sejak akhir tahun 2008 lalu.

Minggu, 14 Juni 2009

TABEL PDRB PROVINSI KEPULAUAN RIAU ATAS DASAR HARGA BERLAKU MENURUT LAPANGAN USAHA 2004-2008 (DALAM JUTA RUPIAH)

LAPANGAN USAHA
2004
2005
2006
2007
2008
[1]
[2]
[2]
[3]
[4]
[5]
01. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
1,388,218.97
1,463,152.82
1,542,367.49
1,639,450.06
1,701,691.85
1.1 Tanaman Bahan Makanan
76,612.79
78,526.32
82,307.37
84,416.31
88,049.35
1.2 Tanaman Perkebunan
78,919.73
82,054.35
84,389.85
85,805.82
87,222.55
1.3 Peternakan dan hasil-hasilnya
221,744.66
226,364.70
236,944.65
254,372.50
263,398.77
1.4 Kehutanan
19,128.38
19,827.93
22,109.04
20,235.73
20,789.83
1.5 Perikanan
991,813.41
1,056,379.52
1,116,613.58
1,194,619.70
1,242,231.35
02. Pertambangan dan Penggalian
2,108,643.03
2,082,760.89
2,139,157.06
2,119,379.85
2,062,043.95
2.1 Minyak dan Gas Bumi
1,837,938.14
1,801,652.30
1,815,747.29
1,776,093.50
1,707,171.39
2.2 Pertambangan Tanpa Migas
152,884.35
157,754.32
188,673.33
202,242.56
210,919.65
2.3 Penggalian
117,820.54
123,354.27
134,736.44
141,043.79
143,952.91
03. INDUSTRI PENGOLAHAN
19,020,538.41
20,429,357.36
17,219,540.09
18,224,975.92
19,056,910.55
3.1 Industri Migas
0
0
0
0
0
3.2 Industri Tanpa Migas
19,020,538.41
20,429,357.36
17,219,540.09
18,224,975.92
19,056,910.55
04. LISTRIK, GAS DAN AIR MINUM
65,915.49
70,276.39
172,609
182,543.32
197,033.88
4.1 Listrik
54,158.51
58,225.10
62,469.95
67,157.04
74,262.12
4.2 Gas
11,756.97
12,051.29
97,639.39
102,437.60
108,874.50
4.3 Air Bersih
0
0
12,499.24
12,948.68
13,897.26
05. BANGUNAN/KONSTRUKSI
750,251.72
792,340.84
880,576.59
1,137,241.64
1,526,891.73
06. PERDAGANGAN, HOTEL
2,334,998.06
2,491,227.07
7,154,432.50
7,710,139.76
8,309,048.96
6.1 Perdagangan Besar dan Eceran
2,002,560.48
2,141,647.32
6,101,092.30
6,518,906.26
6,891,565.40
6.2 Hotel
219,115.85
230,156.25
698,577.67
791,318.65
941,076.53
6.3 Restoran
113,321.73
119,423.50
354,762.53
399,914.85
476,407.03
07. Pengangkutan dan Komunikasi
1,040,554.23
1,129,091.06
1,266,013.69
1,408,287.69
1,611,675.83
a. Pengangkutan
919,901.88
993,091.73
1,114,037.18
1,234,818.96
1,414,487.95
    1. Angkutan Jalan Raya
520,897.43
553,175.54
585,168.61
645,034.62
740,017.62
    2. Angkutan Laut
216,969.41
237,654.36
301,022.24
329,596.55
371,879.19
    3. Angkutan Udara
122,094.71
139,693.12
156,396.68
179,773.33
209,533.22
    4. Jasa Penunjang
59,940
62,568.71
71,449.65
80,414.46
93,057.92
b.Komunikasi
120,652.35
135,999.33
151,976.51
173,468.73
197,187.88
08. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1,249,487.39
1,335,625.83
1,444,027.78
1,580,890.66
1,734,423.87
8.1 Bank
841,203.85
893,651.58
968,591.47
1,058,019.70
1,172,886.75
8.2 Lembaga Keuangan Bukan Bank
45,243.41
47,897.32
52,393.71
57,745.14
63,519.76
8.3 Sewa Bangunan
354,983.15
385,589.30
413,685.79
454,548.54
485,665.48
8.4 Jasa Perusahaan
8,056.98
8,487.63
9,356.81
10,577.28
12,351.88
09. JASA-JASA
550,455.80
587,667.95
622,282.29
710,904.73
821,707.13
9.1 Pemerintahan Umum
245,098.33
259,991.24
269,851.77
316,962.40
383,684.09
9.2 Swasta
305,357.47
327,756.71
352,430.52
393,942.33
438,023.04
9.2.1 Sosial Kemasyarakatan
38,765.83
40,972.66
48,203.57
56,562.46
61,484.64
9.2.2 Hiburan dan Rekreasi
63,935.17
68,324.51
72,946.97
83,584.90
100,261.52
9.2.3 Perorangan dan Rumah Tangga
202,656.47
218,459.54
231,279.98
253,794.97
276,276.88
PDRB Dengan Migas
28,509,063.10
30,381,500.21
32,441,003.07
34,713,813.64
34,713,814.64