Sabtu, 01 Januari 2011

Analisis Kemiskinan Mikro Kab. Karimun

(Diambil dari Profil Kemiskinan Kabupaten Karimun Tahun 2009)
Jika data kemiskinan secara makro tidak dapat menunjukkan siapa dan dimana nama penduduk yang dikategorikan miskin, maka kebijakan yang diambil juga lebih bersifat luas. Artinya pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus melihat persoalan dari sisi yang lebih luas dan kompleks, karena dampaknya tidak hanya akan dirasakan sebagian golongan masyarakat saja. Kebijakan yang diambil berdasarkan data makro juga menyeluruh dan akan berpengaruh terhadap semua penduduk, terlepas dari status kemiskinannya.
Maka jika pemerintah menginginkan adanya program intervensi yang bersifat langsung kepada penduduk miskin, pemerintah membutuhkan data yang lebih mendalam mengenai karakteristik penduduk miskin, seperti tingkat pendidikan, kesehatan, pendapatan, dan kondisi tempat tinggal. Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat lebih tepat kepada sasaran.
Ada beberapa data dan informasi yang bisa digunakan secara operasional dan bersifat mikro, seperti data Keluarga Sejahtera dan Prasejahtera I yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Pendataan Sosial Ekonomi (PSE 05) untuk Rumah Tangga Miskin (berdasarkan Inpres 12/2005), Pendataan Program Perindungan Sosial 2008 (PPLS 2008) maupun berbagai pendataan rumahtangga miskin yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

1.1                 Perkembangan Rumah Tangga Miskin

Terjadinya berbagai perubahan situasi perekonomian baik ditingkat regional maupun global telah menyebabkan kemerosotan ekonomi secara merata di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Karimun. Kemerosotan ekonomi yang ditandai oleh meningkatnya inflasi tersebut telah menyebabkan penurunan daya beli bagi sebagian besar masyarakat. Penurunan daya beli secara drastis inilah yang ditengarai pemerintah sebagai penyebab terjadinya lonjakan jumlah penduduk miskin.
Dalam upaya mengantisipasi terjadinya lonjakan penduduk miskin akibat adanya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM, Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005 telah melaksanakan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE 05) dan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS 2008) di seluruh Indonesia dengan menggunakan dasar 14 kriteria.
Berdasarkan pendataan PSE 2005, dari total 40.588 rumah tangga yang ada di Kabupaten Karimun, 7.715 rumah tangga atau hampir 19,01 persen diantaranya merupakan rumah tangga miskin. Dari sembilan kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Karimun, wilayah yang memiliki jumlah rumah tangga miskin terbanyak adalah Kecamatan Meral sebesar 1.773 rumah tangga atau hampir 24 persen, disusul oleh Kecamatan Moro dan Kundur masing masing 16 dan 11 persen.
Rata-rata kontribusi jumlah rumah tangga miskin setiap kecamatan di Kabupaten Karimun pada tahun 2005 adalah sebesar 11 persen. Namun demikian, ditinjau dari segi kualitas, ternyata Kecamatan yang memiliki persentase rumah tangga miskin terbesar adalah Kecamatan Moro. Dari total 3.804 rumah tangga, sekitar 33,02 persen diantaranya merupakan rumah tangga miskin. Secara rata-rata jumlah rumah tangga miskin setiap kecamatan mencapai 20,73 persen dari total jumlah rumah tangga di masing-masing kecamatan.
Kemudian pada tahun 2008 akibat terjadinya gejolak perekonomian, kembali dilakukan pendataan terhadap rumah tangga miskin di seluruh Indonesia melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS 2008). Dari hasil pendataan dengan memasukkan beberapa indikator tambahan, tercatat jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Karimun meningkat menjadi 11.704 rumah tangga atau hampir 21,32 persen dari keseluruhan jumlah rumah tangga di Kabupaten Karimun.
Hasil pendataan tahun 2008 juga mencatat terjadinya perubahan kontribusi jumlah rumah tangga miskin pada beberapa kecamatan yang layak dicermati. Kecamatan Meral walaupun masih merupakan wilayah dengan jumlah rumah tangga miskin terbanyak, namun kontribusinya pada tahun 2008 mengalami penurunan dari 24 menjadi 20 persen. Sementara itu Kecamatan Buru yang pada tahun 2005 kontribusinya hanya sebesar 7 persen, pada tahun 2008 meningkat menjadi 11 persen.
Wilayah lain yang mengalami kenaikan terhadap kontribusi penduduk miskin adalah Kecamatan Moro, Kundur, serta Kundur Utara. Sedangkan pada wilayah kecamatan lainnya seperti Durai, Kundur Barat, Karimun, dan Tebing yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa program yang dijalankan pemerintah untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi global di wilayah yang mengalami kenaikan kontribusi jumlah rumah tangga miskin tersebut kurang berhasil.

Tabel 5.1
Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) dan Jumlah Rumah Tangga Keseluruhan (RT) di Kabupaten Karimun Hasil Pendataan PSE Tahun 2005 dan PPLS Tahun 2008
Kecamatan
2005
2008
RTM
Jumlah
RT
Persentase
RTM
Jumlah
 RT
Persentase
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Moro
1.256
3.804
33,02
1.939
5.301
36,58
Durai
201
1.167
17,22
393
1.677
23,43
Kundur
1.018
6.954
14,64
1.778
9.085
19,57
Kundur Utara
697
7.490
9,31
1.121
4.876
22,99
Kundur Barat
873
3.615
24,15
1.320
4.246
31,09
Karimun
755
3.382
22,32
951
9.886
9,62
Buru
577
1.887
30,58
1.319
2.849
46,30
Meral
1.773
7.639
23,21
2.270
11.533
19,68
Tebing
565
4.650
12,15
613
5.450
11,25
Kab. Karimun
7.715
40.588
19,01
11.704
54.903
21,32
Sumber: BPS Karimun
Ditinjau secara kualitas, secara rata-rata telah terjadi peningkatan persentase jumlah rumah tangga pada masing masing kecamatan dari 20,73 persen pada tahun 2005 menjadi 24,50 persen pada tahun 2008. Kecamatan Buru merupakan wilayah yang paling merasakan dampak dari adanya krisis tersebut. Pada tahun 2008 Kecamatan ini merupakan wilayah yang persentase rumah tangga miskinnya paling besar. Jumlah rumah tangga miskin di wilayah tersebut meningkat drastis dari 30,58 persen menjadi 46,30 persen, atau naik hampir 16 persen.
Demikian pula halnya yang terjadi di Kecamatan Kundur utara yang jumlah rumah tangga miskinnya naik dari 9,62 menjadi 22,99 persen. Secara umum wilayah lain yang juga mengalami kenaikan jumlah rumah tangga miskin adalah Kecamatan Moro, Durai, Kundur, dan Kundur Barat, dengan rata-rata kenaikan sebesar 8,51 persen. Hal ini menunjukkan bagaimana tingkat kerentanan daerah-daerah tersebut terhadap terjadinya gejolak dalam perekonomian.
Di lain pihak, wilayah lain yang berada di Pulau Karimun seperti Kecamatan Karimun, Meral dan Tebing justru mengalami penurunan persentase jumlah rumah tangga miskin. Hal ini menunjukkan  bahwa dampak dari program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya menangkal akibat dari krisis global baru bisa dirasakan oleh penduduk yang berada di wilayah pulau Karimun. Ditinjau secara kewilayahan, keadaan ini merupakan akibat dari adanya kesenjangan dalam pemerataan pembangunan, dimana pembangunan sektor ekonomi diprioritaskan dekat dengan pusat pemerintahan. Akibatnya wilayah yang berada diluar Pulau Karimun menjadi sangat rentan terhadap imbas dari adanya gejolak dalam perekonomian.
Menurut status kemiskinan, terjadi penurunan jumlah rumah tangga dengan kategori sangat miskin dari 28,66 persen pada tahun 2005 menjadi 13,64 persen pada tahun 2008. Sementara jumlah rumah tangga miskin juga mengalami penurunan dari 67,32 persen menjadi 27,26 persen. Berkurangnya jumlah rumah tangga pada dua kategori kemiskinan tersebut mengakibatkan peningkatan pada jumlah rumah tangga hampir miskin dari 4,02 persen menjadi 59,10 persen pada tahun 2008. Artinya, meskipun secara jumlah, rumah tangga miskin mengalami peningkatan, namun secara kualitas, jika dibandingkan dengan tahun 2005 tingkat kemiskinan pada tahun 2008 dapat dikatakan menurun.

Tabel 5.2
Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) dan Jumlah Rumah Tangga Keseluruhan (RT) Menurut Status Kemiskinan di Kabupaten Karimun Hasil Pendataan PSE Tahun 2005 dan PPLS Tahun 2008
Status Kemiskinan
PSE 2005
PPLS 2008
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Sangat Miskin
2.211
28,66
1.596
13,64
Miskin
5.194
67,32
3.191
27,26
Hampir Miskin
310
4,02
6.917
59,10
Jumlah
7.715
100,00
11.704
100,00
Sumber: BPS Karimun
Selain digunakan untuk bantuan langsung tunai, data PSE maupun PPLs salah satunya digunakan sebagai basis pembagian raskin. Program raskin merupakan bagian dari upaya pencapaian MDG’s. Program raskin merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Program Raskin telah dilaksanakan selama 12 tahun, yang dimulai sejak tahun 1998.  Program ini dilaksanakan secara lintas sektoral dan dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat. Perum Bulog bertugas  melakukan penyediaan dan penyaluran Raskin sampai di titik distribusi. Dengan adanya penyaluran raskin diharapkan biaya distribusi penjualan beras dapat dikurangi, sehingga beban pengeluaran untuk kebutuhan pokok dapat menurun.

1.1     Perkembangan Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Selain hasil pendataan BPS, ukuran mengenai kesejahteraan juga bisa didapatkan melalui hasil pendataan yang dikeluarkan oleh institusi lain seperti BKKBN maupun Dinas Sosial setempat. Dengan semakin banyak data yang digunakan, maka diharapkan semakin memperkaya gambaran yang didapatkan untuk bahan pengentasan kemiskinan. Salah satu indikator yang menggambarkan kemiskinan bisa didapatkan dengan menggunakan konsep kesejahteraan keluarga sebagaimana diadopsi oleh BKKBN.
Sesuai dengan Inpres Nomor 3 Tahun 1996, tentang pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan, ditekankan adanya upaya yang terpadu dan upaya menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk meningkatkan kemampuan keluarga. Kemampuan yang dimaksud adalah agar keluarga, terutama yang termasuk kedalam golongan keluarga Pra-KS dan KS-1, dapat memanfaatkan berbagai peluang, dan dukungan yang ada untuk mengangkat dirinya dari ketertinggalan dalam bidang sosial dan ekonomi.
Pada periode 2006-2009, tingkat kesejahteraan keluarga di Kabupaten Karimun dapat dikatakan mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan pada jumlah keluarga Pra-KS dan KS-1. Jumlah keluarga Pra-KS pada periode tersebut mengalami peningkatan dari 6.733 keluarga tahun 2006 menjadi 8.955 keluarga pada tahun 2009. Walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2007, namun secara keseluruhan terjadi peningkatan sebesar 33 persen pada akhir periode.
Tabel 5.3
Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I menurut di Kabupaten Karimun Tahun 2006-2009
Tahun
Pra-KS
KS-1
Ekonomi
Non Ekonomi
(1)
(2)
(3)
(4)
2009
8.955
12.774
-
2008
6.122
6.121
4.085
2007
6.122
3.679
5.396
2006
6.733
3.043
5.425
Sumber:    Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, dan Keluarga Berencana Kab. Karimun
Sementara itu jumlah keluarga yang tergolong KS-1 pada periode tersebut juga mengalami peningkatan sebesar rata-rata 14,93 persen per tahun. Jumlah keluarga KS-1 meningkat dari 8.468 keluarga pada tahun 2006 menjadi 12.774 keluarga, atau naik 50,85 persen. Namun demikian, jika ditinjau menurut alasan utamanya, terjadi pergeseran penyebab utama kemiskinan dari alasan non-ekonomi, menjadi alasan ekonomi. Pada tahun 2006, proporsi keluarga KS-1 dengan alasan ekonomi baru mencapai 35,93 persen, tetapi pada tahun 2009 angka tersebut naik menjadi 100 persen. Artinya saat ini terdapat suatu permasalahan ekonomi yang cukup serius sehingga menyebabkan tingkat kesejahteraan keluarga mengalami penurunan.
Tabel 5.4
Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I menurut Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2009
Kecamatan
Jumlah Keluarga
Persentase
(1)
(2)
(3)
Moro
1.505
6,93
Durai
630
2,90
Kundur
2.584
11,89
Kundur Utara
1.290
5,94
Kundur Barat
1.545
7,11
Karimun
5.337
24,56
Buru
911
4,19
Meral
5.892
27,12
Tebing
2.035
9,37
Kab. Karimun
21.729
100
Sumber:    Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, dan Keluarga Berencana Kab. Karimun
Jika ditinjau menurut kewilayahan, pada tahun 2009 di Kabupaten Karimun terdapat 21.729 keluarga yang tergolong Keluarga Pra-KS dan KS-1. Dari jumlah tersebut, wilayah dengan keluarga Pra-KS dan KS-1 terbesar adalah Kecamatan Meral dengan jumlah keluarga mencapai 27,12 persen. Sementara itu wilayah dengan jumlah keluarga Pra-KS dan KS-1 terkecil berada di Kecamatan Durai dengan jumlah sebesar 2,90 persen.
Secara umum, terdapat lebih dari 60 persen keluarga keluarga Pra-KS dan KS-1 berada di wilayah Pulau Karimun, sementara sisanya menyebar di wilayah lain. Sepintas data tersebut menunjukkan adanya kesamaan jika dibandingkan dengan hasil pendataan PSE05 dan PPLS08. Data kemiskinan dengan pendekatan konsep keluarga sejahtera berbanding lurus dengan proposi penduduk antar wilayah. Maka wilayah yang lebih padat penduduk cenderung akan selalu memiliki keluarga Pra-KS dan KS-1 yang lebih banyak. Dengan demikian kedepan, cakupan pendataan perlu ditambahkan dengan indikator lain yang lebih mencerminkan tingkat kemiskinan.