Jumat, 31 Agustus 2012

Study Objective

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan dari teman-teman mengenai study objective. maka berikut ini saya mencoba membagi apa yang saya ketahui mengenai "benda" tersebut.
1. Study Objective (setahu saya) adalah sangat krusial bagi teman-teman yang ingin melamar program beasiswa, maupun ke kampus yang ingin di tuju di luar negeri. jadi memang harus dipersiapkan oleh mereka yang betul-betul berminat.
2. isinya ceritanya bebas, tapi mestinya berbeda beda, tergantung dari jenis beasiswa dan program studi yang ingin kita ambil. jadi kalau mau daftar ke banyak tempat, ya jangan cuma pakai satu SO saja.
3. Baca baik-baik petunjuk dari penyedia program. Perhatikan betul-betul batasan yang diminta oleh pihak pengelola program yang ingin kita tuju. Untuk beasiswa fulbright misalnya, biasanya batasan diberikan dalam bentuk jumlah halaman, atau jumlah baris, jadi bebas jumlah katanya. Sementara stuned, mensyaratkan batasan dalam jumlah kata, jadi kata-kata pendek seperti a, is, atau it itu dihitung satu kata, tidak perduli berapa baris yang kita buat.
4. Cobalah untuk meunjukkan kenapa mereka harus memilih kita, dan bahwa dunia akan kiamat jika mereka tidak melakukannya (kalo bisa seperti ini, peluang berhasil sudah 90 persen ;-P). kalo memang kita bukan orang yang penting bagi dunia, ya paling tidak tunjukkin kenapa kita penting bagi kantor, lingkungan, keluarga dst
5. ada beberapa contoh yang bisa ditiru (isi study objective ini sebenernya cuma meniru dan memodifikasi kok). salah satu yang cukup bagus dan saya jadikan jadi referensi adalah di http://panjifh.wordpress.com/2012/02/04/my-study-objectives/
6. selama umur memungkinkan, jangan menyerah untuk mengirim terus menerus sampai si pemberi beasiswa bosan, dan jangan malu bertanya sama mbah google (termasuk minta diterjemahkan).   
 7. terakhir, ini adalah salah satu study objective yang pernah saya buat, dan sementara ini proven to be accepted (yang tidak berhasil sih masih ada lebih banyak lagi). masih ada lagi bentuk persyaratan lagi semacam: personal statement (kapan-kapan saya sertakan kalo sudah berhasil)

semoga bermanfaat


Study Objective of XXX for XXX Scholarship
Working as xxx at xxx, I often found that some the data released by our institutions has becoming polemic in the community. Many newspapers I read were issued opinion about their doubt of xxx latest data. Poverty and unemployment data for example, is being questioned by some expert because they think that it was under estimate from the actual situation. It doesn’t make any sense they said, comparing to most of the news on mass media that reported about increasing poverty people in Indonesia. It was worried situation because it would make the xxx credibility, as the official government statistical provider, at stake.
The fact is Indonesian law has been set that governments must use data from xxx when making their policies. Quality statistical data become very important because it could determine the direction of development. Failure in producing correct data will lead government to made wrong decision that could affect so many people. Therefore, people trust about statistical data that produced by xxx must be restored. There must be sustainable efforts to improve the xxx data quality. One of the concerned circumstances about the statistical data quality is that, the human resources working on it was unable to adapt with the latest development in methodology and application of statistics. As one of the man who was working analysis about statistical data in regional level, those conditions stimulated me to have the mastery in applied statistics.
Five years of handling and processing large amount of data, appropriate techniques is very critical in producing correct statistic. It was giving me a lot of experience in practical, but surely it would not adequate for me, especially if I have tasked to work on more complicated problems research project. Forecasting of future inflation rate for instance, need deeper knowledge about time series analysis. I think that it was necessary for statistician like me to deepen my knowledge and skills in stochastic processes, regression modeling, and, analysis of variance. Theory enrichment about such method will help to expand creativity in solving complicated problems and making better analysis.
A Masters of Science program, which offering both statistical coursework and practical capstone will be suitable to give me strong foundation in applied statistics. It is important, and also my greatest desire, to attain it at one of prestigious university in the Unites States, as many among them have reached the highest standard in applied statistics education, and gained international recognition. United States has been famous for years in development of statistics, as their statistician like xxx, xxx has gave a lot of contribution with their method in solving statistical problems. With a solid foundation in academic and work experience, I am confident that I will have skills, knowledge, experience, and contacts that will open visible perspectives for me to complete my study.
Upon completing my masters, I will return to Indonesia. Having a Master’s degree will lead me to higher responsibility as data analyst, giving more solid theoretical basis as a foundation to answer peoples question about xxx statistical data. Hopefully, it would increase xxx statistical data quality and strengthen xxx credibility in the future. The degree and knowledge I obtain will help me to expanding my career, moving to the next stage of position in provincial or national office, something that I couldn’t reach any further without higher education. In that way, I could contribute more in helping to direct Indonesia’s development into the right track. While doing these, I will seek for the closest opportunity to get a PhD qualification.


Sabtu, 02 Juni 2012

Perempuan Karimun dan Ketenagakerjaan

*) Bagian ke 6 dari publikasi "Profil Perempuan Karimun TA 2012"
 
“The ideal-worker standard and norm of work devotion push mothers to the margins of economic life. And a society that marginalizes its mothers impoverishes its children. That is why the paradigmatic poor family is mostly a single mother and her child.”

Penduduk Usia Kerja
PUK dibagi menjadi tiga kelompok usia yaitu 15-24, 25-54 dan 55+. Kelompok usia 15-24 tahun adalah kelompok usia yang sudah dikategorikan menjadi kelompok usia kerja meskipun semestinya mereka masih harus sekolah. Kelompok usia 25-54 tahun adalah mereka yang produktif dalam pasar kerja, dan usia 55+ adalah mereka yang dianggap sudah kurang produktif lagi dalam pasar kerja.

Komposisi Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2010  (Persen)
Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
15 – 24
23,73
23,48
23,61
25 - 54
62,93
63,13
63,03
55 +
13,34
13,39
13,36
Jumlah
100
100
100
Jumlah Penduduk Usia 15 +
75.659
72.201
147.860
Sumber : Sensus Penduduk 2010
Dalam tabel terlihat bahwa jumlah penduduk berusia 15 tahun keatas berjumlah 147.859 jiwa, terdiri atas 75.659 laki-laki dan 72.201 perempuan. Dari jumlah tersebut, total penduduk usia kerja yang masih produktif mencapai 63,03 persen. Sementara itu penduduk usia kerja yang tergolong kurang produktif baik yang masih merupakan usia sekolah maupun yang sudah tergolong usia mendekati tua masing-masing mencapai 23,61 persen dan 13,36 persen.
Meskipun jumlah penduduk usia kerja laki-laki lebih besar daripada penduduk perempuan, namun ditinjau menurut struktur umur tidak terdapat perbedaan yang nyata jumlah penduduk usia produktif, antara penduduk laki-laki dan perempuan. Artinya, baik penduduk laki-laki maupun perempuan di Kabupaten Karimun sebenarnya memiliki modal dasar yang sama untuk terjun dan terlibat dalam dunia kerja.

Struktur Penduduk Usia Kerja
Meningkatnya partisipasi wanita dalam pasar kerja bukanlah terjaadi secara kebetulan, karena peranan wanita dalam pasar tenaga kerja secara tradisional sebenarnya cukup besar. Terutama di daerah perdesaan dan khususnya sektor pertanian. Peningkatan persentase wanita kerja disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu peningkatan dari sisi penawaran dan sisi pemintaan (Tjiptoherijanto, 1997). Pertama, dari sisi penawaran peningkatan tersebut disebabkan antara lain oleh semakin membaiknya tingkat pendidikan wanita dan disertai pula dengan menurunnya angka kelahiran.
Perkembangan terhadap kedua hal tersebut kemudian mendapat momentum dengan semakin besarnya penerimaan sosial atas wanita yang bekerja di luar rumah. Faktor kedua, dari sisi permintaan, perkembangan perekonomian (dari sisi produksi) memerlukan tenaga kerja wanita, seperti halnya industri tekstil dan garmen. Sedangkan fenomena lain yang makin mendorong masuknya wanita ke lapangan kerja adalah karena makin tingginya biaya hidup bila hanya ditopang oleh satu penyangga pendapatan keluarga (one earner household). Fenomena ini mulai muncul ke permukaan dan terlihat jelas terutama pada keluarga yang berada di daerah perkotaan.
Dalam publikasi ini batasan usia kerja yang digunakan adalah adalah 15 tahun keatas. Karena jenis kegiatan yang dilakukan oleh setiap penduduk pada kelompok umur ini berbeda-beda, maka secara umum Penduduk Usia Kerja (PUK) tersebut dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Angkatan Kerja (AK) dan Bukan Angkatan Kerja (BAK). Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk Bukan Angkatan Kerja adalah mereka yang mengurus rumah tangga, sekolah dan lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan lain.
                Pada tahun 2010 persentase penduduk usia kerja yang tergolong dalam angkatan kerja lebih besar jika dibandingkan dengan yang termasuk ke dalam bukan angkatan kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja mencapai 61,66 persen, dimana 54,42 persen diantaranya merupakan mereka yang bekerja, sementara 7,24 persen sisanya tergolong sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, atau menganggur. Sementara itu golongan bukan angkatan kerja mencapai 38,34 persen, didominasi oleh kegiatan mengurus rumah tangga yang mencapai 26,60 persen, disusul oleh sekolah sebesar 8,11 persen dan lainnya sebesar 3,63 persen. 

Jumlah Penduduk Usia Kerja Kabupaten Karimun Menurut Kegiatan Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2010 (Persen)
Kegiatan Utama
Laki-laki
Perempuan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Angkatan Kerja
83,94
38,32
61,66
Bekerja
79,44
28,20
54,42
Mencari Pekerjaan
4,50
10,12
7,24
Bukan Angkatan Kerja
16.06
61,68
38,34
Sekolah
8,16
8,06
8,11
Mengurus rumahtangga
4,64
49,61
26,60
Lainnya
3,27
4,01
3,63




Jumlah
100
100
100








Sumber : BPS Kabupaten Karimun
Jika ditinjau menurut jenis kelamin, tampak peranan penduduk perempuan dalam kegiatan ekonomi masih cukup terbatas. Jumlah penduduk laki-laki yang termasuk angkatan kerja mencapai 83,94 persen, sedangkan angkatan kerja perempuan hanya sebesar 38,32 persen. Dari jumlah tersebut, penduduk angkatan kerja laki-laki yang bekerja mencapai 79,44 persen, sedangkan penduduk perempuan yang bekerja hanya sebesar 28,20 persen. Sementara itu, jumlah angkatan kerja kerja laki-laki yang sedang mencari pekerjaan mencapai 4,50 persen, jauh lebih rendah daripada penduduk perempuan yang mencapai 10,12 persen.
Hal yang sebaliknya terlihat pada kategori bukan angkatan kerja. Jumlah penduduk usia kerja laki-laki yang tergolong bukan angkatan kerja hanya sebesar 16,06 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan penduduk perempuan yang mencapai 61,68 persen. Dari jumlah tersebut, penduduk usia keja yang sedang bersekolah dan melakukan kegiatan lainnya relatif seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Namun demikian, pada penduduk perempuan sebagian besar atau 49,61 persen diantaranya didominasi oleh kegiatan mengurus rumah tangga. Sebaliknya pada penduduk laki-laki yang termasuk bukan angkatan kerja lebih didominasi oleh mereka yang sedang bersekolah. Hal ini semakin menguatkan anggapan bahwa tanggung jawab mencari nafkah dan peranan dalam keluarga masih dipegang oleh laki-laki, sementara tanggungjawab perempuan berada pada sektor domestik.

Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Kerja Utama
Jumlah penduduk bekerja yang dirinci menurut lapangan pekerjaan, sering digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kemakmuran di suatu wilayah. Sektor-sektor yang biasa digunakan sebagai tolok ukur adalah sektor pertanian, industri, dan jasa-jasa. Pada daerah dengan tingkat kemakmuran yang tinggi, biasanya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian relatif sedikit. Sebaliknya pada daerah tersebut penduduk yang bekerja di sektor industri dan jasa-jasa relatif besar. Sedangkan jika sebagian besar penduduk di suatu daerah bekerja di sektor pertanian, sementara yang bekerja pada sektor industri dan jasa-jasa pada umumnya relatif rendah maka daerah tersebut memiliki tingkat kemakmuran yang rendah (Utomo, 2006).
Tinjauan mengenai kesetaraan gender dalam dunia kerja tidak terlepas dari analisis terhadap peranan perempuan pada bidang perekonomian. Selama dua dekade terakhir ini diperkirakan jumlah tenaga kerja wanita terserap di sektor industri sebagai buruh mengalami kenaikan sekitar 4,3 persen setiap tahunnya. Menurut Sayogjo (1989), peningkatan itu terjadi paling-tidak karena dua faktor: Pertama, karena sektor industri, seperti industri rokok, tekstil, konfeksi dan industri makanan serta minuman untuk sebagian menuntut ketelitian, ketekunan dan sifat-sifat lain yang umumnya merupakan ciri kaum wanita. Kedua, karena tenaga kerja wanita dipandang lebih penurut dan murah sehingga secara ekonomis lebih menguntungkan bagi pengusaha.
Pendapat ini terbukti dari gambaran peranan perempuan dalam sektor perekonomian di Kabupaten Karimun. Secara umum pekerjaan yang digeluti sebagian besar penduduk Kabupaten Karimun berada pada sektor pertanian. Konsep pertanian pada sektor ini meliputi sektor pertanian, peternakan, perburuan dan kehutanan, serta sektor perikanan.
Persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian sekitar 31,79 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 30,08 persen. Lapangan usaha lain yang banyak menyerap tenaga kerja adalah peradagangan, hotel dan restoran. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor ini mencapai 18,07 persen, mengalami penurunan dari tahun 2009 yang mencapai 23,81 persen.
                Namun jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, terlihat bahwa peranan perempuan dalam kegiatan perekonomian masih belum merata. Hal ini dibuktikan dengan lapangan usaha yang digeluiti oleh perempuan di Kabupaten Karimun yang masih terbatas pada beberapa sektor tertentu. Partisipasi tertinggi perempuan dalam perekonomian Kabupaten Karimun berada pada sektor Jasa-jasa sebesar 32,5 persen, disusul dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 30,84 persen, dan sektor pertanian sebesar 25,77 persen. Dominasi ketiga sektor tersebut mencapai 88,75 persen.
                Yang menarik adalah, dari 25,77 persen perempuan yang bekerja di sektor pertanian, 21,11 persen diantaranya adalah mereka yang bekerja pada sub-sektor perkebunan. Jadi dapat dikatakan bahwa peranan perempuan dalam pertumbuhan ekonomi sektor pertanian masih belum berarti karena penyumbang terbesar pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten Karimun berada pada sub sektor perikanan.
Selain itu, proporsi penduduk perempuan yang bekerja pada sektor lain dapat dikatakan cukup minim jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki, misalnya pada sektor pertambangan dan penggalian, konstruksi, serta transportasi dan informasi komunikasi. Hal ini tentu tidak terlepas dari adanya pandangan bahwa jenis-jenis pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang mengandung resiko yang tinggi, sehingga lebih cocok dikerjakan oleh laki-laki.

Karakteristik Pekerja Perempuan
Pengetahuan dan informasi mengenai karakteristik pekerja perempuan sangat penting untuk diketahui dalam upaya perencanaan pembangunan berbasis gender. Dalam sudut pandang kapitalisme, kedudukan seseorang ditentukan oleh penguasaan alat produksi. Atau dengan kata lain, kedudukan seseorang ditentukan oleh kemampuannya untuk menghasilkan produksi berdasarkan pekerjaannya.
Dengan demikian, pembagian kerja dalam perusahaan ditentukan oleh dorongan efisiensi produksi dalam hubungannya untuk memaksimalkan keuntungan (Giddens, 1987). Penempatan posisi seseorang dalam struktur ketenagakerjaan ditentukan oleh tingkat produktifitas serta ketrampilannya, yang selanjutnya akan memperlihatkan variasi upah yang berbeda berdasarkan tingkat produktifitasnya.
Dampak dari pemahaman tersebut membawa konsekuensi bahwa siapa yang mampu bekerja lebih keras dalam jangka waktu yang panjang akan menghasilkan produksi yang lebih banyak dan akan memperoleh upah yang lebih besar. Hal inilah yang menempatkan posisi perempuan pada kedudukan yang kurang baik dalam struktur ketenagakerjaan. Perempuan dari golongan ekonomi lemah yang secara umum identik dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan maupun ketrampilan rendah.
Maka ketika perempuan memutuskan untuk terlibat bekerja di sektor publik maka ia harus mau menerima jenis pekerjaan apa saja yang ditawarkan. Situasi ini menempatkan perempuan pada pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus dan umumnya berupah rendah. Sedangkan kesulitan ekonomi akibat upah rendah tersebut memaksa mereka untuk tetap melaksanakan sendiri tugas-tugas rumah tangga, karena untuk menggaji orang lain merupakan hal yang sangat sulit (Sudarwati, 2009).
Elson dan Pearson (1984) menyatakan bahwa penggunaan tenaga kerja wanita untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu sesungguhnya adalah strategi pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah. Kedua ahli tersebut dengan tegas menyatakan tidak benar apabila pembagian kerja timbul karena kaum wanita dianggap paling cocok untuk pekerjaan tertentu.
Dalam kenyataannya, hal itu hanya sekedar mitos belaka atau sengaja “dimitoskan”. Pihak Pengusaha cenderung mencari tenaga kerja wanita yang berusia muda dengan pertimbangan dapat menekan pengeluaran. Sebagaimana hasil penelitian dari Mather (1982), bahwa banyak perusahaan mencari tenaga kerja wanita yang berumur 13-20 tahun dengan tujuan menekan pengeluaran. Disamping dapat memberi upah murah, pengusaha juga merasa lebih dapat menghemat uang perusahaan karena tidak perlu memberi tunjangan sosial akibat tidak adanya tanggungan keluarga.
Hal ini berbeda bila perusahaan memperkerjakan tenaga kerja pria, yang selain lebih mahal juga memiliki anggota keluarga yang harus diberi tunjangan, entah itu istri atau anak. Secara lebih rinci, Manning (1980) mengemukakan dua keuntungan yang diperoleh pengusaha bila mereka memperkerjakan kaum wanita. Pertama, kaum wanita lebih telaten dan lebih penurut sehingga tidak banyak menimbulkan kesulitan dalam menerapakan langkah kebijaksanaan perusahaan. Kedua, angkatan kerja wanita sangat banyak dari segi upah relatif lebih murah daripada kaum pria sehingga karenanya dapat menekan biaya produksi.
Jika ditinjau menurut karakteristik usia, sebagian besar pekerja perempuan berusia muda 15-24 tahun di Kabupaten Karimun memilih sektor Perdagangan, hotel & Restoran, serta Jasa sebagai lapangan kerja utama. Terdapat hampir 75 persen pekerja perempuan usia 15-24 tahun yang bekerja pada kedua sektor ini.  Sementara pada pekerja usia produktif 25-54 tahun, lebih memilih sektor jasa, perdagangan, hotel & restoran, serta pertanian sebagai bidang pekerjaan utama. Terdapat hampir 90 persen pekerja perempuan usia 24-54 tahun yang menggeluti bidang pekerjaan ini.
Sementara itu bagi pekerja perempuan dalam usia tidak produktif, sektor pertanian serta perdagangan, hotel & restoran menjadi sektor primadona dalam bekerja. Artinya, sektor perdagangan dan jasa lebih diminati oleh pekerja perempuan yang baru memulai bekerja, karena kesempatan yang ditawarkan pada kedua sektor ini relatif terbuka. Sedangkan sektor pertanian lebih diminati oleh mereka yang berusia lanjut, karena pekerjaan pada sektor tersebut tidak membutuhkan tingkat pendidikan serta keterampilan yang tinggi.
Jumlah Penduduk Perempuan di Kabupaten Karimun Menurut Lapangan Usaha dan Usia Kerja Tahun 2010 (Persen)
Lapangan Usaha
Usia Kerja
Jumlah
15-24
25-54
55+
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pertanian
       9,39
    26,78
    50,56
        25,77
Pertambangan
       1,09
       0,78
       0,46
          0,81
Industri
       2,83
       3,68
       7,45
          3,87
LGA
       0,21
       0,10
       0,05
          0,11
Konstruksi
       1,30
       0,54
       0,20
          0,65
Perdagangan H & R
     40,52
    28,92
    25,53
        30,84
Transportasi & Infokom
       2,33
       0,77
       0,20
          1,01
Keuangan, Asuransi
       1,61
       0,70
             -  
          0,81
Jasa
     34,29
    34,28
    12,72
        32,15
lainnya
       6,43
       3,45
       2,84
          3,98
Jumlah
100
100
100
100
                Sumber : Sensus Penduduk 2010
Menurut Manning (1990) terdapat hubungan antara pendidikan yang ditamatkan dengan sektor pekerjaan. Lulusan SLTA dan Akademi/Universitas, menonjol di sektor jasa bisnis (perbankan dan keuangan), pertambangan, listrik dan air sedangkan lulusan SD atau tidak sekolah/tidak tamat SD banyak terserap di sektor bangunan, manufaktur, dan pertanian. Dijelaskan pula bahwa pendidikan yang tinggi juga memberi andil pada partisipasi tenaga kerja, tetapi masalah kehidupan yang sulit terlebih pada keluarga yang tidak mampu akan mendorong lebih banyak wanita untuk bekerja mencari nafkah.
Ditinjau menurut karakteristik tingkat pendidikan, hampir separuh atau 49,86 persen dari pekerja perempuan di Kabupaten Karimun memiliki pendidikan setingkat SD kebawah. Angka ini masih cukup besar mengingat, hanya terdapat 7,04 persen pekerja wanita yang memiliki pendidikan sarjana. Sebagian besar atau 87,27 persen atau perempuan yang bekerja di sektor pertanian memiliki pendidikan paling tinggi setingkat SD. Pada sektor perdagangan, jumlah perempuan yang memiliki pendidikan setingkat SD kebawah mencapai 49,94 persen, atau hampir separuhnya. Sementara pada sektor jasa jumlah perempuan dengan pendidikan setingkat SMA keatas telah mencapai 72,46 persen.
Artinya, tingkat pendidikan akan turut mempengaruhi sektor ekonomi yang dipilih sebagai tempat bekerja perempuan. Perempuan dari golongan ekonomi lemah yang secara umum identik dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan maupun ketrampilan rendah menempatkan perempuan pada pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus dan umumnya berupah rendah. Mereka cenderung memilih lapangan usaha yang mengandalkan tenaga seperti pertanian, industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Sementara bagi mereka yang berpendidikan cukup tinggi, lebih banyak terlibat pada sektor ekonomi yang mengandalkan keahlian seperti listrik, gas, dan air, transportasi dan komunikasi, keuangan, serta jasa.
Jumlah Penduduk Perempuan yang Bekerja Menurut Pendidikan dan Lapangan Usaha di Kabupaten Karimun Tahun 2010 (Persen)
Lapangan Usaha
Pendidikan
Tdk SKlh
TT SD
SD
SMP
SMA
SMK
D1/D2
D3
S1
S2/S3
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
Pertanian
15,99
4,24
14,00
-
3,73
3,75
2,43
-
2,28
10,29
Pertambangan
20,54
11,52
14,75
4,35
5,22
7,58
2,43
1,20
3,66
6,13
Industri
50,73
24,24
47,16
4,35
34,33
38,60
14,56
4,82
13,96
28,31
LGA
7,45
11,52
12,36
17,39
11,94
20,57
16,02
7,83
7,64
31,99
Konstruksi
4,79
36,97
9,58
52,17
26,12
26,36
51,46
48,19
27,79
19,73
Perdagangan H & R
0,25
1,21
0,13
4,35
2,24
1,54
4,37
4,22
1,94
1,10
Transportasi & Infokom
0,08
2,42
0,25
4,35
2,99
0,44
0,97
2,41
12,01
0,12
Keuangan, Asuransi
0,04
4,85
0,76
4,35
2,99
0,52
4,85
9,04
10,81
0,86
Jasa
0,13
3,03
1,01
8,70
10,45
0,62
2,91
22,29
18,85
1,47
lainnya
-
-
-
-
-
0,02
-
-
1,05
-
Jumlah
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber : Sensus Penduduk 2010
                Jika dilihat berdasarkan status dalam usaha, diketahui bahwa perempuan yang memiliki pendidikan setingkat SD kebawah sebagian besar memilih untuk berusaha sendiri. Jumlah perempuan berpendidikan setingkat SD kebawah yang berusaha sendiri rata-rata sebesar 37,85 persen. Sementara itu posisi kedua status pekerjaan bagi perempuan berpendidikan setingkat SD kebawah ditempati oleh pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar dengan rata-rata 25,09 persen.
Jumlah Penduduk Perempuan yang Bekerja Menurut Status Usaha dan Pendidikan di Kabupaten Karimun Tahun 2010 (Persen)
Status Usaha
Pendidikan
Jumlah
TS
TT SD
SD
SMP
SMA
SMK
D1/D2
D3
S1
S2/S3
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
Berusaha Sendiri
39,22
38,10
36,22
25,69
14,21
10,74
  1,55
  3,38
  1,90
  2,86
  25,21
Dibantu Buruh Tdk Tetap/Tdk Dibayar
  5,06
 5,44
  3,59
  2,27
  1,36
  1,85
   0,12
  0,25
  0,22
        -  
    2,71
Berusaha Dibantu Buruh Tetap
  1,39
  1,50
  2,59
  3,45
  3,23
  2,59
   1,66
  1,63
  1,31
  1,43
    2,48
Buruh/Karyawan
14,14
16,51
24,79
42,33
69,97
74,81
95,84
93,86
95,11
95,71
  46,15
Pekerja Bebas
14,28
13,22
  8,69
10,61
  3,11
 2,59
   0,59
  0,25
  0,51
        -  
   7,29
Pekerja Keluarga/Tdk Dibayar
25,92
25,24
24,11
15,65
  8,13
 7,41
  0,24
 0,63
  0,95
        -  
  16,17
Jumlah
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber : Sensus Penduduk 2010

Terdapat kecenderungan  penurunan jumlah perempuan yang berusaha sendiri, dimana semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin sedikit perempuan yang memilih untuk berusaha sendiri. Dari angka tersebut terlihat bahwa perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah memang tidak memiliki banyak pilihan dalam memasuki dunia kerja. Pilihan paling mudah dalam hal ini adalah berusaha sendiri, atau bekerja membantu anggota keluarga lainnya.
Bagi perempuan dengan tingkat pendidikan yang tinggi, sebagian besar diantaranya memilih untuk bekerja sebagai karyawan/pegawai. Jumlah perempuan dengan pendidikan setingkat SMA keatas yang menjadi karyawan/pegawai rata-rata mencapai 87,55 persen. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan, maka mereka akan memilih untuk bekerja sebagai pegawai.
Jumlah perempuan berpendidikan tinggi yang berusaha sendiri maupun berusaha dengan dibantu oleh pekerja tetap (pengusaha) masih sangat sedikit. Jumlah perempuan dengan pendidikan yang tinggi dan berusaha sendiri rata-rata hanya sebesar 5,77 persen, sementara yang berusaha dengan dibantu buruh tetap hanya sebesar 1,98 persen. Hal ini merupakan konsekuensi bahwa pendidikan yang tinggi bagi perempuan ditujukan untuk melamar pekerjaan pada pihak lain, dan bukannya untuk mengembangkan wawasan sehingga dapat membuka lapangan kerja baru.
Selain dipengaruhi oleh faktor pendidikan, status pekerja perempuan dalam kegiatan usaha juga dipengaruhi oleh status dalam perkawinan. Pekerja perempuan yang berstatus belum kawin, sebagian besar diantaranya merupakan buruh/karyawan. Sementara bagi mereka yang berstatus kawin, jumlah mereka yang bekerja sebagai buruh/pegawai turun menjadi 46,72 persen.  Terdapat peningkatan jumlah perempuan bekerja dengan status kawin yang berusaha sendiri, maupun menjadi pekerja keluarga.
Jumlah Penduduk Perempuan yang Bekerja Menurut Status Usaha dan Perkawinan di Kabupaten Karimun Tahun 2010 (Persen)
Status Dalam Usaha
Status Perkawinan
Belum kawin
Kawin
Cerai hidup
Cerai mati
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Berusaha sendiri
          3,25
        21,83
        25,92
        42,86
Berusaha dibantu buruh tdk tetap/buruh tdk bayar
               -  
          3,04
               -  
        17,82
Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
          1,45
          1,25
               -  
          7,14
Buruh/karyawan/pegawai
        80,84
        46,72
        48,17
        12,52
Pekerja bebas
          1,45
          8,58
        11,05
        19,66
Pekerja tdk dibayar
        13,01
        18,58
        14,86
               -  
Jumlah
100
100
100
100
                Sumber: BPS Kabupaten Karimun
Bagi mereka yang berstatus cerai hidup, terjadi peningkatan pada status usaha berusaha sendiri dan pekerja bebas. Sedangkan bagi mereka yang berstatus cerai mati, sebagian besar diantaranya memilih untuk berusaha sendiri, pekerja bebas, maupun dibantu oleh buruh tidak tetap. Hal ini cukup wajar mengingat pekerja perempuan dengan status cerai mati biasanya sulit untuk mendapatkan pekerjaan dari pihak lain, sehingga terpaksa untuk berusaha sendiri.
Disamping tingkat pendidikan dan status dalam perkawinan, keterlibatan perempuan dalam dunia kerja juga sangat dipengaruhi oleh fleksibilitas jam kerja. Hal ini mengingat tanggung jawab perempuan bukan hanya di tempat kerja, namun juga terhadap keluarga. Sebagian besar pekerja perempuan di Kabupaten Karimun pada tahun 2010 memiliki jam kerja antara 35-44 jam per minggu. Jumlahnya mencapai 33,53 persen dari keseluruhan.
Selanjutnya jumlah perempuan dengan jam kerja 45-59 jam per minggu juga cukup besar, mencapai 33,05 persen dari keseluruhan. Namun secara umum, produktivitas pekerja perempuan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Pada tahun 2010 jumlah pekerja perempuan dengan jam kerja kurang dari 35 jam dalam semingu atau setengah pengangguran mencapai 25,38 persen. Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan jumlah pekerja laki-laki dengan jam kerja yang sama, yang hanya sebesar 14,89 persen.
Terkait dengan tanggung jawab terhadap urusan rumah tangga, pekerja perempuan yang memiliki status belum kawin biasanya memiliki jam kerja yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan pekerja perempuan dengan status lainnya. Terdapat 92,67 persen pekerja perempuan di Kabupaten Karimun dengan status belum kawin memiliki jam kerja diatas 35 jam dalam seminggu. Sementara pada pekerja perempuan dengan status lainnya angka tersebut mengalami penurunan hingga rata-rata 35,97 persen.
Rata-rata jumlah jam kerja pada pekerja perempuan dengan status belum kawin mencapai 46,28 jam dalam seminggu, sementara pada pekerja perempuan dengan status lainnya rata-rata jam kerja selam seminggu adalah 38,12 jam. Hal ini cukup wajar, mengingat bagi pekerja perempuan dengan status kawin, cerai hidup, maupun cerai mati biasanya memiliki tanggungan anak atau anggota keluarga lain yang perlu mendapatkan perhatian.  
Distribusi Pekerja Perempuan di Kabupaten Karimun Menurut Status Dalam Pekerjaan dan Jam Kerja Selama Seminggu yang Lalu Tahun 2010 (Persen)
Jam Kerja
Status Perkawinan
Belum kawin
Kawin
Cerai hidup
Cerai mati
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
< 10
          1,09
     3,57
               -  
        10,68
10 – 24
          2,54
   17,53
        24,05
        25,04
25 – 34
          3,61
     8,39
        29,69
        10,68
35 – 44
        33,68
   35,58
        18,48
        26,80
45 – 59
        49,30
   26,87
        27,79
        19,66
60 +
          9,79
     8,05
               -  
          7,14
Jumlah
100
100
100
100
                Sumber: BPS Kab. Karimun
Sementara jika ditinjau dari sisi produktivitas kerja, sebagian besar atau hampir 65,44 persen dari perempuan yang bekerja kurang dari 10 jam merupakan pekerja bebas dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Sementara untuk pekerja perempuan dengan jumlah jam kerja mencapai 35-59 jam setiap minggunya sebagian besar berstatus sebagai buruh atau karyawan. Hal ini dirasakan cukup wajar mengingat jam kerja pada pekerja bebas maupun pekerja tidak dibayar relatif fleksibel, sedangkan bagi mereka yang bekerja sebagai karyawan jam kerjanya lebih terikat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerja perempuan dengan status sebagai buruh memiliki tingkat produktivitas yang paling tinggi, serta kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak.
Distribusi Pekerja Perempuan di Kabupaten Karimun Menurut Status Dalam Pekerjaan dan Jam Kerja Selama Seminggu yang Lalu Tahun 2010 (Persen)
Status dlm Pekerjaan
Jam Kerja
< 10
10–24
25–34
35–44
45–59
60+
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Berusaha Sendiri
 10,38
   21,19
    29,17
    20,18
      9,94
 26,33
Dibantu Buruh Tdk Tetap/Tdk Dibayar
 13,80
     2,28
      7,57
       1,89
       1,28
   5,25
Berusaha Dibantu Buruh Tetap
          -  
     3,03
      3,81
       1,26
       1,28
          -  
Buruh/Karyawan
 10,38
   25,00
    30,38
     61,24
     74,70
 39,49
Pekerja Bebas
 44,81
  15,92
             -  
      5,68
       4,16
   5,25
Pekerja Keluarga/Tdk Dibayar
 20,63
   32,58
    29,07
       9,75
       8,64
 23,67
Jumlah
100
100
100
100
100
100
Sumber: BPS Kabupaten Karimun

Karakteristik Pencari Kerja Perempuan
Polemik perempuan pengangguran belakangan ini semakin menjadi-jadi karena perempuan dalam memilih sebuah pekerjaan sering memikirkan pekerjaan yang tidak mengganggu rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga. Di samping itu, juga ada beberapa pasar tenaga kerja yang tidak menerima pelamar perempuan, baik yang belum menikah maupun yang sudah menikah dengan alasan-alasan yang terkadang tidak logis. Padahal kemampuan dan skill yang dimiliki oleh perempuan tak kalah baiknya dan juga tidak ada perbedaan dengan laki-laki. Inilah juga yang menjadi faktor utama mengapa banyak perempuan yang menganggur.
Pada tahun 2010 terdapat 2.340 penduduk usia kerja di Kabupaten Karimun yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Secara umum jumlah pencari kerja perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Terdapat 54,40 persen pencari kerja perempuan, dibandingkan dengan jumlah pencari kerja laki-laki yang mencapai 45,60 persen. Namun demikian, pada wilayah-wilayah tertentu seperti Kecamatan Kundur, Kundur Utara, Kundur Barat, jumlah pencari kerja perempuan lebih dominan dibandingkan dengan laki-laki.
Hal ini cukup menarik mengingat daerah-daerah tersebut merupakan wilayah dengan basis pertanian yang kuat, terutama pada sub-sektor perkebunan. Artinya, angkatan kerja perempuan di wilayah yang berbasis perkebunan memiliki kebutuhan yang lebih besar terhadap lapangan pekerjaan, dibandingkan dengan mereka yang berada pada wilayah dengan konsentrasi ekonomi pada sektor lainnya.

Perbandingan Jumlah Pencari Kerja Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2010 (Persen)
Wilayah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Jumlah Pencari Kerja
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Moro
52,27
47,73
100
44
Durai
52,94
47,06
100
34
Kundur
29,50
70,50
100
339
Kundur Utara
37,91
62,09
100
182
Kundur Barat
30,77
69,23
100
91
Karimun
50,64
49,36
100
782
Buru
64,29
35,71
100
28
Meral
44,19
55,81
100
568
Tebing
60,29
39,71
100
272
Kab. Karimun
45,60
54,40
100
2.340
Sumber: Sensus Penduduk 2010
                Jika ditinjau menurut segi umur, lebih separuh dari pencari kerja perempuan di kabupaten Karimun adalah mereka yang berumur 15-24 tahun. Sementara yang berada di kelompok kedua terbesar adalah mereka yang berumur 25-34 tahun. Dominasi penduduk perempuan berusia muda, terutama mereka yang baru saja lulus atau berhenti bersekolah dirasakan cukup wajar. Karena dalam usia tersebut mereka tentu berharap untuk memperoleh penghasilan dalam rangka membantu keluarga.
Namun yang menarik adalah bahwa jumlah perempuan pencari kerja berumur lebih dari 55 tahun yang cukup tinggi di Kecamatan Kundur Utara. Dengan lebih dari separuh aktivitas perekonomian yang di topang oleh sektor perkebunan, ternyata masih cukup banyak perempuan usia senja yang masih ingin bekerja, namun tidak mampu terserap dalam sektor tersebut. Hal ini tentu memiliki kaitan yang sangat erat dengan tidak meratanya alokasi kepemilikan faktor modal seperti tanah, mengingat karakteristik pengelolaan sektor perkebunan karimun yang sebagian besar merupakan usaha keluarga.

Jumlah Pencari Kerja Perempuan Menurut Wilayah dan Kelompok Umur
di Kabupaten Karimun Tahun 2010 (Persen)
Wilayah
Kelompok Umur
15-24
25-34
35-44
45-54
55+
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Moro
    55,00
    35,00
             -  
    10,00
             -  
       100
Durai
    50,00
    35,71
       7,14
       7,14
             -  
       100
Kundur
    47,64
    32,62
    14,16
       4,29
      1,29
       100
Kundur Utara
    50,00
    21,70
    11,32
       8,49
      8,49
       100
Kundur Barat
    40,00
    28,33
    18,33
    11,67
      1,67
       100
Karimun
    59,63
    27,70
       8,97
       2,11
      1,58
       100
Buru
    55,56
    33,33
             -  
    11,11
            -  
       100
Meral
    42,77
    35,05
    13,50
       5,79
      2,89
       100
Tebing
    50,96
    34,62
    12,50
       0,96
      0,96
       100
Kab. Karimun
    50,40
    30,83
    11,81
       4,61
      2,35
       100
Sumber: Sensus Penduduk 2010
                Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar perempuan pencari kerja adalah mereka yang tamat SD, SMP, dan SMA. Pencari kerja berpendidikan SD menempati urutan teratas dengan jumlah 31,81 persen, diikuti dengan pencari kerja berpendidikan SMA sebesar 31,26 persen. Dengan demikian, jumlah pencari kerja yang terbesar merupakan perempuan yang berpendidikan SMP dan SMA dengan jumlah 52 persen, sementara yang berpendidikan SD kebawah mencapai 41,79 persen, dan merka yang berpendidikan tinggi hanya sebesar 6,21 persen.

Jumlah Pencari Kerja Perempuan Menurut Wilayah dan Pendidikan di Kabupaten Karimun Tahun 2010 (Persen)
Wilayah
Pendidikan
Tdk Sklh
TT SD
SD
SMP
SMA
SMK
D1/D2
D III
S 1
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
Moro
14,29
  4,76
38,10
19,05
23,81
       -  
          -  
      -  
      -  
100
Durai
         -  
12,50
43,75
25,00
12,50
 6,25
          -  
      -  
      -  
100
Kundur
   2,09
  7,53
39,75
17,57
28,87
 1,67
   0,84
0,42
1,26
100
Kundur Utara
   9,73
  7,96
36,28
20,35
22,12
       -   
          -  
1,77
1,77
100
Kundur Barat
19,05
11,11
41,27
  9,52
17,46
       -  
          -  
      -  
1,59
100
Karimun
   1,81
  4,15
26,17
23,83
36,01
 2,59
   1,04
2,07
2,33
100
Buru
30,00
        -  
40,00
        -  
30,00
      -  
         -  
      -  
      -  
100
Meral
   2,52
  5,68
29,34
25,55
30,28
 1,58
   1,58
1,58
1,89
100
Tebing
   0,93
  5,56
27,78
11,11
44,44
 2,78
   1,85
2,78
2,78
100
Kab. Karimun
   3,93
  6,05
31,81
20,74
31,26
 1,81
   1,02
1,49
1,89
100
Sumber: Sensus Penduduk 2010
Pencari kerja berpendidikan tinggi hanya terdapat di wilayah Pulau Karimun dan Kundur. Sementara jumlah pencari kerja dengan tingkat pendidikan setingkat SD kebawah yang terbesar berasal dari Kecamatan Kundur Barat, dan Buru. Jumlah pencari kerja dengan pendidikan SD kebawah di kedua kecamatan tersebut mencapai lebih dari 70 persen.
Artinya, terdapat ketidakpuasan terhadap kondisi potensi ekonomi yang terdapat di kedua wilayah tersebut, mengingat perempuan dengan pendidikan rendah biasanya lebih memilih untuk bekerja pada sektor pertanian yang merupakan andalan. Hal  ini tentu saja akan sangat sulit untuk diatasi mengingat potensi ekonomi yang tersedia didominasi oleh sub sektor perkebunan dan perikanan.