Kamis, 20 Oktober 2011

Meningkatkan Peranan Data Dalam Mencerdaskan Bangsa

Mungkin banyak dari kita yang tidak mengetahui bahwa pada setiap tanggal 20 Oktober diperingati sebagai Hari Statistik Dunia. Peringatan tahun ini akan menjadi yang kedua kalinya setelah pertama kali diperingati pada tahun 2010 yang lalu. Penetapan tanggal tersebut dilakukan pada persidangan Komisi Statistik PBB  ke 41 tahun 2010 atas prakarsa dari seluruh negara anggota untuk memperkuat kesadaran masyarakat dunia mengenai kegiatan penting yang dilakukan oleh para statistisi di seluruh dunia setiap harinya. Karena kegiatan yang mereka lakukan tersebut telah mendukung upaya-upaya yang bersifat global untuk kemajuan upaya-upaya pembangunan.
Baik disadari maupun tidak, sebenarnya statistik sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Kebiasaan seorang ibu yang sering membandingkan harga barang di pasar, atau dengan memperhatikan jam berapa biasanya seorang pekerja berangkat ke kantornya untuk mengetahui waktu yang tepat supaya dia tidak terlambat, atau ketika seorang pedagang akan memilih tempat menggelar jualannya supaya mendapatkan pembeli yang banyak. Bagi banyak peneliti, statistik merupakan sejata utama mereka dalam melakukan berbagai eksperimen. Itulah sebabnya mata kuliah statistik selalu diajarkan sebagai kuliah dasar di perguruan tinggi.
Dalam tatanan yang lebih luas, statistik terasa begitu dekat dengan kita ketika kegiatan Pemilu dan Pilkada. Statistik telah membantu kita untuk mengetahui hasil dan pemenang dengan cepat dibandingkan jika kita menunggu hasil penghitungan resmi. Bagi pemerintah, data statistik merupakan alat utama dalam mengambil sebuah kebijakan. Tidak terbayang kebijakan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan misalnya, tanpa mengetahui berapa sesungguhnya jumlah penduduk miskin itu sendiri. Data tersebut harus dapat dibandingkan antar waktu serta antar negara, karena tanpa adanya keterbandingan, kemajuan yang dicapai tidak dapat dinilai secara objektif.
Tugas pengumpulan statistik resmi pemerintah di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 1997. Meskipun masih memiliki banyak kekurangan dan kerap mendapatkan kritik, namun untuk saat ini data BPS merupakan rujukan utama bagi pemerintah, lembaga internasional, serta akademisi. Untuk itu BPS senantiasa berusaha terus meningkatkan kualitas data yang dihasilkan ditengah banyaknya kendala yang menghadang. Ketika banyak pihak menuding data kemiskinan yang menurun adalah suatu kebohongan, mungkin sebagian besar diantara mereka kurang memahami bagaimana sulitnya menyajikan data kemiskinan dalam skala nasional.
Survei Sosial Ekonomi Nasional dimulai dari pelatihan petugas yang makan waktu berhari-hari. Kemudian petugas di Seluruh Indonesia mendatangi rumah tangga yang terkena sampel satu demi satu. Di wilayah Papua untuk mendatangi responden tersebut seringkali petugas harus mencarter pesawat terbang, lalu menginap di rumah-rumah penduduk di pedalaman. Di wilayah  Kepulauan Riau, mendatangi responden di wilayah pulau-pulau terpencil petugas harus menaiki kapal kayu dengan fasilitas yang minim. Atau di wilayah Kalimantan, petugas harus keluar masuk hutan untuk mendatangi komunitas terasing. Semua beresiko tinggi, dan semua wajib untuk didata. Bagus kalau responden berada di tempat, karena kadangkala petugas harus kembali berkali-kali karena responden tidak dapat ditemui.
Juga jangan bayangkan tugas mereka yang mendata di perkotaan menjadi lebih mudah. Dikejar oleh anjing penjaga rumah, atau harus mendatangi rumah tangga pada malam hari karena responden terlalu sibuk bekerja juga berpengaruh terhadap kualitas data. Dan yang paling sering terjadi adalah, responden yang ditemui tidak jujur dalam menjawab pertanyaan petugas BPS. Rasa malu, takut dimintai uang atau jika datanya disalahgunakan kerap menjadi alasan. Padahal kerahasiaan data responden BPS dijamin oleh Undang-Undang, tidak dipungut biaya, serta tidak ada hubungannya dengan pajak. Berbeda dengan sensus atau survei yang dilakukan oleh instansi pemerintah lainnya seperti Sensus Pajak Nasional, responden wajib memberikan jawaban pada setiap kegiatan statistik BPS.
Membangun data itu memang mahal, tapi membangun tanpa data akan jauh lebih mahal. Maka upaya menghasilkan data BPS yang berkualitas perlu dimulai dengan peningkatan kesadaran responden mengenai peranan statistik itu sendiri. Jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan data yang akurat jika kita tidak membantu petugas BPS dengan memberikan jawaban yang jujur dan apa adanya. Jika data yang dihasilkan tidak akurat, jangan juga menyalahkan pemerintah atas kebijakan yang mungkin diambil berdasarkan data tersebut. Akhirnya semua terpulang kepada diri kita masing-masing. Semoga data statistik di Indonesia dapat berperan dalam mencerdaskan bangsa. Selamat Hari Statistik Sedunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bermanfaat? mohon tinggalkan jejak..