Kamis, 06 Mei 2021

Jembatan Batam Bintan Riwayatmu Kini

Rabu (19/05/2021) lalu Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke pulau Bintan. Sedianya, pihak pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengharapkan bahwa Presiden dapat melakukan peninjauan terhadap pembangunan Jembatan Batam-Bintan (Babin) di kawasan Tanjunguban serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang. Namun hal itu urung dilakukan dan kegiatan Presiden hanya dilaksanakan di Kawasan BIIE Lobam serta Gedung Daerah. Berbeda dengan KEK Galang Batang yang telah mulai terealisasi pembangunannya, batalnya kegiatan peninjauan terhadap pembangunan Jembatan Babin ini menimbulkan pertanyaan tentang kelanjutan proyek yang telah diperjuangkan sejak zaman Gubernur Ismeth Abdullah tersebut.

Sebelumnya pada akhir tahun 2020, Pjs. Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Bahtiar Baharuddin memastikan pembangunan Jembatan Babin dimulai pada awal 2021. Proyek tersebut akan dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggunakan dana APBN sekitar Rp 8,6 triliun dengang skema KPBU. Namun berbeda dengan proyek strategis dari Presiden Jokowi lainnya, proyek Jembatan Babin belum menemui kejelasan. Padahal kegiatan ini diharapkan sudah telah memasuki proses lelang pada kuartal II tahun 2021 ini. 

Optimisme terhadap keberhasilan proyek Jembatan terpanjang di Indonesia ini tidak terlepas dari tafsiran Mantan Gubernur Nurdin Basirun pada tahun 2019 yang lalu terhadap RPJMN 2020-2024. Dalam berbagai pemberitaan disebutkan bahwa proyek strategis tersebut masuk dalam dokumen lampiran matrik major project RPJMN 2020-2024 pada tabel prioritas nasional, dengan tajuk mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan. Jembatan Babin diterangkan sebagai integrasi pembangunan wilayah Batam-Bintan dengan durasi pembangunan selama 5 tahun (2020-2024). Dengan demikian sesuai kebijakan pemerintah, jembatan tersebut harus sudah rampung pada tahun 2024.

Terlepas dari optimisme yang dimiliki oleh pemerintah Kepri terhadap kehadiran jembatan ini, masyarakat perlu bersiap menerima kemungkinan bahwa proses pembangunan tidak akan terlaksana dengan mudah. Terdapat beberapa indikasi yang mendukung argument ini. Pertama, hingga saat ini belum terdapat landasan hukum yang jelas mengenai pembangunan Jembatan Babin. Sebagai proyek strategis dengan nilai investasi yang sangat besar, Jembatan Babin tidak termasuk 201 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 109 tahun 2020. Dengan demikian, hingga saat ini masih belum terdapat dasar hukum kuat yang cukup untuk melaksanakan proyek ini.

Kedua, tafsir mengenai penempatan pembangunan jembatan Babin sebagai bagian dari RPJMN 2020-2024 dalam melaksanakan integrasi pembangunan wilayah Batam-Bintan juga tidak tepat. Selain tidak dinyatakan secara eksplisit, keberadaan jembatan penghubung bukan merupakan solusi tunggal bagi integrasi kedua pulau tersebut. Merujuk visi pertama dari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, pembangunan tol laut masih menjadi prioritas bagi pemerintah. Pada situasi normal, kapasitas penumpang domestik antara Batam dan Tanjungpinang yang melalui Pelabuhan Telaga Punggur mencapai 460 ribu penumpang per triwulan, atau rata-rata 5100 penumpang per hari. Kapasitas tersebut dapat dilayani oleh 70 call pelayaran setiap harinya. Pada masa pandemi, kapasitas penumpang tersebut mengalami penurunan hingga 45 persen sehingga lalu-lintas pelayaran yang melayani jalur Tanjungpinang-Batam juga turut mengalami penurunan.

Terjadinya pandemi Covid-19 juga menjadi alasan ketiga yang mendasari keraguan terhadap kelanjutan proyek Jembatan Babin dalam waktu dekat. Sebagai bencana yang memerlukan penangan yang intensif, pandemi Covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan fundamental pada struktur pendapatan serta belanja pemerintah pusat dan daerah. Dalam pidatonya di Istana Negara akhir tahun lalu, Presiden telah dengan tegas menyatakan bahwa anggaran belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp 2.750 triliun masih difokuskan untuk penanganan Covid-19, baik di sektor kesehatan maupun ekonomi. APBN 2021 terfokus pada empat hal yaitu penanganan Kesehatan, perlindungan sosial, pemulihan ekonomi sector UMKM, dan reformasi struktural. Belum adanya kejelasan tentang akhir dari pandemi Covid-19 mengisyaratkan bahwa pola belanja tersebut masih akan dipertahankan hingga beberapa waktu kedepan.

Menemukan celah pembiayaan pembangunan Jembatan Babin melalui pendanaan pemerintah pada masa krisis seperti ini menjadi suatu hal yang hampir mustahil. Apalagi jika mengingat status hukum proyek ini yang belum jelas. Alternatif pembiayaan melalui BUMN karya juga dapat dikatakan sangat sulit mengingat penugasan pembangunan berbagai proyek jalan tol yang diberikan oleh pemerintah justru memperparah kondisi keuangan mereka. Pendanaan bisa didapatkan melalui investasi swasta terutama yang berasal dari luar negeri. Namun secara jujur harus dikatakan bahwa daya tarik dari proyek ini dalam jangka pendek masih berada jauh dibawah PSN lainnya.     

Masyarakat dan Pemerintah Provinsi Kepri perlu belajar dari rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang pernah didengungkan pada era Presiden SBY. Dari berbagai sisi, proyek ini memiliki kelayakan yang lebih baik dibandingkan dengan Jembatan Babin. Proyek ini tidak hanya menjadi bagian dari Asian Highway Network yang dapat menghubungkan lebih dari 180 juta orang di kedua pulau. Proyek ini juga telah memiliki landasan hukum melalui Perpres 86 tahun 2011 dan dukungan pendanaan dari konsorsium. Namun pada akhirnya kelanjutan proyek ini dipastikan terhenti dengan pembubaran Badan Pengembangan Kawasan Kawasan Selat Sunda oleh Presiden Jokowi. Batalnya presiden mengunjungi proyek ini seolah memberi isyarat bahwa masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sepertinya juga harus menunggu lebih lama untuk menikmati Jembatan Babin, dan Kembali mengarungi lautan.