2.1.1 Karakteristik dan Fungsi Rumah
Rumah
sebagai kebutuhan dasar mempunyai arti, fungsi, dan peran penting bagi
keberadaan kehidupan seseorang. Perilaku masyarakat tercermin dari
kondisi perumahan baik secara ekonomi maupun sosial. Di sisi lain,
kondisi perumahan dan permukiman juga mencerminkan peran dan perhatian
pemerintah terhadap penataaan dan penertiban kehidupan warganya. Dalam
upaya pemenuhan kebutuhan dasar, rumah dapat menjadi tolak ukur tingkat
kesejahteraan masyarakat (Isja, 2002).
Perumahan terdiri dari bangunan
tempat tinggal bagi keluarga tunggal dan keluarga banyak. Ahmad Hidayat[7] mengemukakan bahwa sebagai komoditas, rumah memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan barang lainnya, yaitu:
1. Rumah sangat terikat pada tempat/lokasi dan secara spasial (unsur perencanaan dan tata guna tanah) dapat dioptimalkan
2. Rumah harus mempunyai fungsi, dalam arti memenuhi kebutuhan hidup penghuninya, yaitu mempunyai
akses ke pusat kegiatan ekonomi, sosial dan memperhatikan fasilitas
3. Lingkungan yang memadai, dalam arti perencanaan tata letak perumahan memenuhi standar lingkungan
4. Bahan bangunan mempunyai struktur biaya berbeda, sehingga rentan terhadap perubahan harga
5. Proyek
pembangunan perumahan merupakan proyek investasi jangka panjang, brek
even point akan didapat setelah kurang lebih lima tahun
6. Trend menunjukkan bahwa harga tanah dan komponen bahan bangunan beranjak naik sehingga mempengaruhi harga rumah.
Menurut Isja (2002), makna perumahan dari waktu ke waktu telah berkembang, sehingga saat ini dapat dipahami sebagai berikut:
1. Wadah pembinaan kesejahteraan keluarga, sesuai dengan UU No.4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman
2. Sarana mempercepat pembentukan masyarakat yang utuh karena terbuka bagi semua suku dan budaya
3. Peningkatan
nilai lahan yang luar biasa akan menjadi suatu keuntungan bagi
pemerintah untuk meningkatkan PAD, namun perlu dikelola lebih baik
4. Dapat dipercepat dengan
merintis pengembangan kawasan siap bangun
5. Perumahan
yang dibangun bersifat multi aspek dan sangat bermanfaat untuk
mengembangkan SDM, karena memiliki fasilitas yang lengkap dan memadai
6. Terjadi
pergeseran pemahaman di masyarakat, bahwa saat ini rumah juga merupakan
suatu investasi. Hal ini perlu diatasi melalui sistem seleksi calon
penghuni demi menjamin pemerataan
7. Rumah sederhana dapat dikembangkan oleh penghuni menjadi lebih memenuhi syarat
8. Aspek lingkungan merupakan salah satu pencapaian yang penuh tantangan. Dalam pengembangannya harus melibatkan masyarakat
2.1.2 Rumah Tinggal Sebagai Konsumsi
Umumnya tujuan seseorang memiliki rumah adalah untuk tujuan
konsumsi. Menurut catatan Econit Advisory Group[8],
konsumsi didorong oleh pendapatan riil masyarakat yang meningkat, baik
kelompok atas maupun bawah. Jadi peningkatan konsumsi masyarakat terjadi
akibat optimisme konsumen pada prospek pemulihan ekonomi, serta
peningkatan pendapatan riil masyarakat. Hanya, konsumsi tidak selalu
menggunakan dana tunai dari
tabungan masyarakat. Sebab, jumlah tabungan sering tak cukup untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Maka, mereka pun mengajukan
kredit ke perbankan, baik secara langsung atau menggunakan kartu kredit,
misalnya, untuk membeli rumah. Untuk itulah pihak perbankan
menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk membantu
masyarakat dalam mendapatkan rumah yang diinginkan.
Ada
dua hal yang menyebabkan dunia perbankan meningkatkan alokasi KPR-nya.
Pertama, bank memiliki kelebihan dana namun mereka khawatir untuk
menyalurkan kredit ke sektor besar seperti korporat, karena risikonya
besar. Sebagai alternatif, mereka mengalihkan ke kredit konsumen antara
lain KPR.
Faktor
kedua adalah kondisi makro ekonomi saat ini yang cenderung mengalami
kenaikan positif. Apalagi, sasaran KPR ini adalah para end user
(pengguna akhir), yang mempunyai kebutuhan riil termasuk membeli rumah
sebagai tempat tinggal. Jika ekonomi membaik masyarakat bisa membeli
rumah dengan cara tunai atau mengangsur. Hal ini yang ditangkap sebagai
peluang perbankan sehingga pemberian KPR diprediksi semakin meningkat.
2.1.3 Rumah Tinggal Sebagai Investasi
Selain
untuk tujuan konsumsi, rumah tinggal juga dapat dijadikan sebagai suatu
investasi. Di dalam teori ekonomi makro, investasi rumah tinggal
dikategorikan sebagai salah satu bentuk investasi perusahaan. Investasi
rumah tinggal terdiri dari bangunan tempat tinggal untuk keluarga
tunggal dan keluarga banyak, untuk selanjutnya akan disebut sebagi
perumahan (Joesron, 1991).
Perumahan
yang ada diasumsikan sebagai salah satu bentuk aset yang dapat dimiliki
oleh pemilik kekayaan di antara beberapa alternatif lainnya Perumahan
digolongkan sebagai suatu aset karena memiliki umur ekonomis yang lama.
Karena lamanya umur ekonomis tersebut, investasi perumahan pada tahun
tertentu hanya merupakan bagian yang kecil saja dari stok perumahan yang
ada.[9]
Investasi
perumahan harus memperhatikan stok rumah yang tersedia. Permintaan akan
stok perumahan tergantung pada pengembalian riil neto yang didapat dari
memiliki rumah, dimana pengembalian bruto terdiri dari sewa, jika rumah
disewakan, atau pengembalian implisit yang diterima pemilik rumah
dengan tinggal dirumah tersebut, ditambah capital gain.[10]
Pengembalian bruto adalah pendapatan yang mungkin diterima dari
memiliki rumah sebelum memasukkan biaya dalam perhitungan. Biaya
pemilikan rumah terdiri dari beban bunga cicilan kredit perumahan,
ditambah pajak dan depresiasi. Penerimaan neto didapat setelah
mengurangi penerimaan bruto dengan biaya-biaya tersebut.[11] Kenaikan penerimaan neto akan menjadikan rumah sebagai suatu investasi yang menarik.
2.1.4 Permintaan Rumah Tinggal
Turner
(1976) mengemukakan bahwa dalam suatu keluarga terdapat tiga faktor
yang mendorong untuk memiliki rumah. Pertama, keamanan, yaitu rumah
tidak saja dijadikan tempat tinggal, tapi juga dapat memberi rasa aman
bagi penghuninya. Kedua, identitas, yaitu rumah dapat dijadikan sebagai
sarana pemenuhan harga diri. Ketiga, kesempatan, yaitu dikaitkan dengan
kesempatan memiliki rumah yang terbatas (Ludis, 1995).
Permintaan
rumah terutama dipengaruhi oleh tiga faktor: pendapatan, tingkat suku
bunga kredit perumahan (hipotek), dan pajak. Ketika pendapatan naik,
maka lebih banyak keluarga yang membeli rumah pertamanya atau pindah ke
rumah yang lebih besar. Masyarakat akan meningkatkan permintaan ketika
mereka memperkirakan ada pendapatan lebih
tinggi yang sifatnya tetap. Tingkat suku bunga kredit perumahan akan
mempengaruhi permintaan karena pembayaran kredit akan terbebani dengan
bunga. Sementara itu, peraturan pajak yang dikeluarkan pemerintah memang
tidak sering berubah, tapi ketika dilakukan akan mempengaruhi
permintaan perumahan (Dornbusch et. al., 2004).
Barret
dan Blair (1988) mengemukakan bahwa faktor ekonomi yang secara langsung
mempengaruhi keberhasilan proyek perumahan adalah permintaan dan
penawaran. Permintaan diasumsikan merupakan fungsi dari populasi,
pendapatan, tenaga kerja, harga, pajak, suku bunga, uang muka, dan
harapan masa depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi, tenaga
kerja dan pendapatan mempunyai hubungan yang kuat terhadap permintaan
rumah
(Soeharjoto, 2002).
Chaterjee
pada tahun 1978 melakukan penelitian mengenai permintaan rumah tinggal
di lima kota besar Indonesia yang meliputi Medan, Jakarta, Bandung,
Yoyakarta dan Denpasar. Dengan menggunakan data cross sectional
pada periode 1968-1969 dan 1969-1970, hasil penelitian menunjukkan
bahwa setiap region memiliki pertumbuhan permintan yang berbeda antara
pulau Jawa dan luar Jawa. Permintaan rumah tinggal di pulau Jawa tumbuh
lebih cepat karena adanya pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat
daripada luar Jawa.[12]
Menururt Iskandar (2002), secara umum permintaan rumah tinggal dipengaruhi beberapa faktor,
yaitu:
- kekayaan masyarakat, semakin tinggi pendapatan, maka tingkat permintaan akan meningkat
- Tingkat pengembalian modal dari memiliki rumah. Jika kenaikan riil nilai rumah sebagai suatu investasi naik, maka permintaan rumah akan meningkat
- Pendapatan yang bisa diterima dari aset lain
- Suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga, maka akan semakin besar cicilan yang harus dibayarkan sehingga semakin rendah minat masyarakat dalam membeli rumah tinggal
- Pertambahan penduduk dan pendapatan. Dalam jangka panjang, pertambahan penduduk dan pendapatan akan semakin meningkatkan permintaan terhadap rumah
Sedangkan
Joesron (1991) menyatakan bahwa selain permintaan, faktor penawaran
akan perumahan juga turut mempengaruhi ketersediaan stok perumahan.
Penawaran perumahan baru merupakan fungsi dari harga perumahan tersebut.
Penawaran rumah baru dipengaruhi oleh biaya faktor-faktor produksi yang
digunakan dan faktor faktor teknologi yang mempengaruhi biaya bangunan.
Selain itu, penawaran rumah baru juga merupakan investasi bruto, yaitu
tambahan total pada stok perumahan.
2.2. Kajian Teori
2.1.1 Teori Permintaan
Manusia
mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas,
sedangkan pendapatan yang ada selalu terbatas. Dengan demikian manusia
perlu melakukan pilihan terhadap alternatif berbagai kebutuhannya
(Soeharjoto, 1998).
Dalam
teori ekonomi, konsumen adalah mereka yang membeli dan mengkonsumsi
sebagian besar barang konsumsi dan jasa. Pakar ekonomi mengasumsikan
bahwa setiap konsumen secara konsisten berusaha memperoleh kepuasan
maksimum atau kesejahteraan atau utilitas sedangkan sumber daya yang ada
yang terbatas. Akibatnya, tidak semua kebutuhan konsumen dapat
terpenuhi (Lipsey, 1995).
Dalam
hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu
barang dengan tingkat harganya. Secara sederhana, permintaan dapat
diartikan sebagai jumlah barang yang dibeli konsumen pada berbagai
tingkat harga, waktu, dan tempat tertentu.
Menurut
Lipsey (1995), jumlah yang diminta adalah jumlah komoditi total yang
ingin dibeli oleh semua rumah tangga. Banyaknya komoditi yang akan
dibeli konsumen dipengaruhi oleh faktor harga komoditi itu sendiri,
rata-rata penghasilan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan,
selera distribusi pendapatan di antara rumah tangga, dan besarnya
populasi. Menurut Arief (1996), fungsi permintaan terhadap barang yang
diproduksi
suatu perusahaan, misalnya barang X1, dapat diformulasikan sebagai berikut:
X1 = f (P1, P2, P3, ..., Pn, Y, A, á)
dimana permintaan terhadap barang X1 ditentukan oleh:
1. Harga barang itu sendiri (P1)
2. Harga barang sejenis atau yang berkaitan dengan X1, (P2, P3, ..., Pn)
3. Daya beli konsumen atau pihak-pihak lain yang meminta barang X1, yang tercermin dalam tingkat pendapatan (Y)
4. Biaya iklan untuk mempromosikan barang X1
(A)
5. Faktor-faktor lain (á) yang akan ditentukan dari waktu ke waktu
Mankiw
(2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
individu adalah harga, pendapatan, harga barang lain yang berkaitan,
selera, dan ekspektasi tentang keadaan dimasa yang akan datang. Begitu
juga menurut Sukirno
(2002), beberapa faktor penting yang mempengaruhi permintaan
diantaranya adalah:
1. Harga
barang itu sendiri. Dalam analisis ekonomi, dianggap bahwa permintaan
suatu barang terutama dipengaruhi oleh barang itu sendiri, dan
dimisalkan faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan (ceteris paribus).
Dalam hukum permintaan, semakin rendah harga suatu barang maka semakin
banyak permintaan atas barang tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga
suatu barang, semakin sedikit permintaan
atas barang tersebut
2. Harga
barang lain yang berkaitan dengan barang tersebut, yang meliputi tiga
jenis barang yaitu barang pengganti, barang pelengkap dan barang yang
tidak memiliki kaitan sama sekali (netral)
3. Pendapatan
rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, merupakan faktor yang
sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai
jenis barang. Perubahan terhadap pendapatan selalu menimbulkan perubahan
terhadap berbagai jenis barang
4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat. Jika pendapatan sebagian masyarakat meningkat atau
sebagian lainnya mengalami penurunan, maka jenis barang yang diminta juga akan berubah
5. Cita
rasa/selera masyarakat. Jika selera masyarakat terhadap suatu jenis
barang berubah, maka permintaan terhadap barang tersebut juga akan
berubah
6. Jumlah
penduduk, dalam hal ini tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan
permintaan. Biasanya pertambahan penduduk diikuti dengan perkembangan
dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima
pendapatan dan meningkatkan daya beli. Peningkatan daya beli ini akan
meningkatkan permintaan
7. Ramalan
mengenai keadaan dimasa yang akan datang. Jika ramalan keadaan dimasa
datang menunjukkan harga-harga meningkat, maka konsumen akan membeli
lebih banyak pada saat ini untuk menghemat pengeluaran.
Hubungan
antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya tersebut
disajikan pada kurva permintaan yang memiliki slope negatif. Kurva
permintaan digambarkan dengan asumsi bahwa setiap faktor, kecuali harga
komoditi itu sendiri diasumsikan konstan. Perubahan
pada setiap variabel yang sebelumnya dianggap konstan akan menggeserkan
kurva permintaan itu ke posisi yang baru. Pergeseran kurva permintaan
disebabkan oleh perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perubahan
permintaan kecuali harga barang itu
sendiri.
Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kanan (D1) yang menunujukkan terjadinya peningkatan permintaan akan suatu komoditi dalam setiap tingkat harga yang memungkinkan. Perubahan dalam distribusi pendapatan akan membawa dua pengaruh. Bagi mereka yang memperoleh tambahan pendapatan akan menggeser ke kanan kurva-kurva permintaan untuk komoditi yang dibeli (D1), sedangkan bagi mereka yang berkurang pendapatannya akan menggeser ke kiri
kurva-kurva permintaan (D2).
Kenaikan harga barang substitusi juga akan membuat kurva permintaan bergeser ke kanan (D1), sebaliknya kenaikan harga barang komplementer akan mengakibatkan kurva permintaan bergeser ke kiri (D2) sehingga jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat harga akan lebih menurun.
Selain hal-hal tersebut di atas, kenaikan jumlah penduduk juga akan mengakibatkan pergeseran ke kanan kurva-kurva permintaan (D1)
yang menunjukkan bahwa akan lebih
banyak produk yang dibeli pada setiap tingkat harga. Selera masyarakat
juga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan untuk
membeli berbagai produk. Oleh karena itu, setiap
perusahaan yang memasarkan produk-produk konsumsi perlu dan harus
mengkaji mengenai preferensi konsumennya yang cenderung akan terus
berubah. Dengan demikian, diharapkan produk yang dihasilkannya dapat
memenuhi selera konsumen dan dapat meningkatakan tingkat permintaan
terhadap produknya.
2.1.2 Teori Penawaran
Hukum
penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa semakin tinggi harga suatu
barang, maka semakin banyak jumlah barang tersebut akan diatwarkan oleh
penjual. Sebaliknya, semakin rendah harga barang, maka semakin sedikit
jumlah barang tersebut yang ditawarkan (Sukirno, 2002).
Secara
umum, jumlah barang yang ditawarkan tergantung dari banyaknya
barang yang dapat dihasilkan oleh suatu unit produksi. Untuk itu, perlu
dipertimbangkan juga peranan faktor-faktor produksi terhadap banyaknya
output yang dihasilkan. Semakin banyak output yang dihasilkan maka
semakin banyak pula jumlah barang yang ditawarkan. Jumlah output dapat
diperkirakan dengan menghitung biaya produksi, misalnya dengan
menggunakan fungsi Cobb-Doglas[13]:
Q = Ká Lâ
di mana
Q = output riil
K = modal
L = tenaga buruh
Mankiw
(2003) menyatakan faktor yang menetukan penawaran adalah harga, harga
input, teknologi dan ekspektasi. Sedangkan menurut Sukirno (2002),
selain faktor biaya produksi, keinginan penjual untuk menawarkan
barangnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang-barang lain yang berkaitan
3. Tujuan operasi perusahaan tersebut
4. Tingkat teknologi yang
digunakan
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Perumahan
Perumahan
merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia. Walaupun demikian, pada umumnya perumahan masih merupakan
masih dikategorikan sebagai barang mewah. Hal ini dikarenakan harga
rumah yang masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata
pendapatan masyarakat.
Selain
pendapatan masyarkat, masih banyak faktor yang mempengaruhi pembangunan
perumahan. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat digolongkan sebagai
faktor yang mempengaruhi permintaan dan faktor yang mempengaruhi
penawaran.
Pada
dasarnya keputusan seseorang untuk memiliki rumah dipengaruhi oleh
motif konsumsi dan motif investasi. Dengan mengasumsikan bahwa rumah
sebagai kebutuhan pokok tidak memiliki barang pengganti, maka
kemungkinan bagi seorang konsumen hanyalah menyesuaikan jenis rumah yang
ingin dimiliki dengan tingkat pendapatannya. Jadi jika misalnya seorang
konsumen tidak dapat membeli rumah tipe menengah, maka ia akan
mengalihkan pembelian ke tipe yang lebih rendah yaitu tipe sederhana.
Dalam hal ini perumahan yang dimaksudkan adalah semua jenis tempat
tinggal yang dibeli oleh konsumen.
Dengan
asumsi tersebut, maka permintaan perumahan untuk kedua motif tersebut
akan dipengaruhi oleh faktor harga rumah, daya beli masyarakat
dan faktor lain yang ditentukan dari waktu ke waktu. Berdasarkan
penelitian diatas, maka dapat diperkirakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembangunan perumahan diantaranya:
1. Harga Rumah
Untuk
membangun sebuah rumah dibutuhkan waktu yang cukup lama, umumnya kurang
dari setahun, maka untuk pembangunan perumahan secara masal tentunya
diperlukan waktu lebih dari itu. Dengan jangka waktu pembangunan
perumahan yang cukup lama, maka pada setiap waktu stok perumahan
diasumsikan tetap, dimana terdapat stok perumahan yang telah tertentu (fixed) yang tidak dapat disesuaikan dengan cepat sebagai tanggapan terhadap perubahan perubahan harga.
Komponen
harga rumah pada keseimbangan merupakan titik pertemuan antara
permintaan dan penawaran. Perubahannya dapat diukur dengan menggunakan
indikator inflasi sektor perumahan. Jika harga rumah terus mengalami
kenaikan, maka permintaan dari masyarakat akan menurun. Sebaliknya,
kenaikan harga rumah merupakan suatu rangsangan bagi pihak pengembang
untuk membangun perumahan.
2. Daya Beli
masyarakat
Nicolson
(1999) mengemukakan bahwa jika pendapatan bertambah maka secara
otomatis bagian dari pendapatan yang akan dibelanjakan akan bertambah,
sehingga jumlah barang yang bisa dibeli juga meningkat (Iskandar, 2002).
Sedangkan Soeharjoto (1998) menyatakan bahwa semakin besar pendapatan per kapita, maka pembelian perumahan akan bertambah.
Berdasarkan konsep engel,
semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin rendah porsi pendapatan
yang dibelanjakan untuk makanan, dan semakin tinggi pula porsi
pendapatan yang dibelanjakan untuk kebutuhan non-makanan. Jika
pendapatan per kapita masyarakat meningkat, maka porsi pendapatan yang
digunakan untuk membeli rumah atau membayar cicilan KPR lebih besar.
3. Tingkat Bunga
Semakin
tinggi tingkat suku bunga kredit, maka semakin besar cicilan kredit
yang harus dibayarkan oleh nasabah. Tingkat suku bunga berbeda
tergantung tingkat kepercayaaan kredit dari si peminjam, jangka waktu
pinjaman dan bebagai aspek perjanjian lainnya antara peminjam dengan
pemberi
pinjaman (Dornbusch et. al., 2004).
Kenaikan
tingkat suku bunga kredit, baik konsumsi maupun investasi akan
mengurangi permintaan agregat untuk setiap tingkat pendapatan, karena
disamping menaikkan jumlah cicilan kredit yang harus dibayar, tingkat
suku bunga yang lebih tinggi juga akan mengurangi keinginan untuk baik
untuk konsumsi maupun berinvestasi.[14]
4. Jumlah Penduduk
Komponen
faktor lain yang ditentukan dari waktu ke waktu untuk permintaan
perumahan adalah Jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan
pasar yang potensial dalam memasarkan suatu produk. Kenaikan pada
tingkat pertumbuhan populasi akan menyebabkan kebutuhan perumahan
menjadi semakin besar.
Biasanya
pertambahan penduduk juga diikuti dengan perkembangan dalam kesempatan
kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan
meningkatkan daya beli. Peningkatan daya beli ini akan meningkatkan
permintaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bermanfaat? mohon tinggalkan jejak..