Kabupaten Karimun merupakan
hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau melalui Undang-undang Nomor 53
Tahun 1999. Posisinya terletak di antara 0o 35’ Lintang Utara sampai
dengan 1o 10’ Lintang Utara dan 103o 30’ Bujur Timur
sampai dengan 104o Bujur Timur, terdiri atas daratan dan perairan,
yang secara keseluruhan kurang lebih seluas 7.984 km2. Kabupaten
Karimun merupakan sebuah kabupaten kepulauan yang terdiri dari pulau besar dan
kecil dengan jumlah sekitar 251 buah pulau, dimana semua pulau sudah bernama
dan sebanyak 55 pulau telah berpenghuni. Dua pulau terbesar di wilayah ini
menjadi sentra berbagai kegiatan ekonomi masyarakat dan juga pemukiman
penduduk, yaitu Pulau Karimun dan Pulau Kundur.
Wilayah Kabupaten Karimun
berada di antara Kota Batam, Singapura, Malaysia, Kepulauan Riau dan Riau. Hal
ini menjadikan Karimun sebagai tempat
yang sangat strategis terutama untuk berbagai kegiatan perekonomian. Tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi
terlihat ada kenaikan hal ini disebabkan rencana SEZ yang dicanangkan
sedikit mendongkrak pertumbuhan ekonomi, kenaikan laju pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,05 persen. Pertumbuhan
ekonomi masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan kontribusi 32,50 persen terhadap total PDRB. Tingginya
kontribusi tersebut sebagian besar (28,73 persen) merupakan kontribusi dari
sektor perikanan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sebagian besar wilayah Karimun
merupakan perairan. Selain itu, struktur dan komposisi tanah yang berupa tanah
merah dan berpasir menjadikan wilayah ini kurang cocok untuk pengembangan
tanaman bahan makanan. Selama ini, pasokan terhadap bahan makanan pokok lebih
banyak didatangkan dari daerah lain. Hal itu menyebabkan situasi harga bahan
makanan pokok menjadi sangat tergantung kepada pengaruh musim. Suatu kondisi
yang sebenarnya kurang baik bagi masyarakat.
Bisa
jadi hal inilah yang mendasari kurangnya perhatian pemerintah daerah setempat
terhadap pengembangan pertanian tanaman pangan, terutama bahan makanan pokok serta
hortikultura. Kurangnya perhatian ini dibuktikan dengan tidak adanya respon
pemerintah daerah terhadap pelaksanaan Survei Pertanian (SP) tahun 2007. Pelaksanaan
Survei pertanian tahun 2007 di Kabupaten Karimun tidak berjalan dengan lancar,
padahal hasil dari survei ini sangat penting untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat
sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub
sektor tanaman pangan.
Sampai
dengan tahun 2006, sebenarnya pelaksanaan SP di Kabupaten Karimun masih
berjalan dengan lancar. Sampai kemudian terjadi tumpang tindih tanggung jawab pembayaran
honor petugas PPL tahun 2006 antara pemerintah daerah dengan Dinas Pertanian Provinsi
Kepri. Tidak jelas dibebankan kemana pembayaran honor tersebut. Informasi yang
didapatkan dari PPL menyebutkan bahwa pembayaran honor tersebut pada
tahun-tahun sebelumnya dibebankan kepada APBD. Akan tetapi ketika ditanyakan
kepada Dinas Pertanian Provinsi Kepri, dijawab bahwa sebetulnya sudah ada honor
untuk PPL tersebut yang dialokasikan oleh pusat. Petugas PPL yang merasa tidak
mendapatkan haknya kemudian menolak untuk mengerjakan SP tahun 2007 dan
mengembalikan dokumen SP yang dibagikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten.
Pada
awal tahun 2007, telah dilakukan kunjungan oleh Kabid Produksi ke Kantor Dinas
Pertanian Kabupaten Karimun untuk membahas pelaksanaan SP tahun 2007. Pada
kenyataannya, tidak ada tindak lanjut oleh Dinas Pertanian dari pertemuan
tersebut. Sebagai konsekuensi dari otonomi daerah, Dinas Pertanian Provinsi
Kepri tidak dapat memaksa Kabupaten untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Bahkan unsur pimpinan Dinas Pertanian Kabupaten Karimun sendiri terkesan tidak
mengetahui dasar hukum mengenai pelaksanaan SP tersebut. Hal ini sudah
dilaporkan oleh BPS Kabupaten Karimun baik ke BPS Provinsi Kepri maupun Dinas
Pertanian Provinsi Kepri. Sampai dengan saat ini, dari sembilan kecamatan yang
ada, laporan SP yang masuk ke BPS Kabupaten Karimun tahun 2007 hanya berasal
dari satu kecamatan saja.
Penulis
sadar bahwa sebagai orang baru yang menangani survei ini tentunya banyak fakta
dan informasi mengenai pelaksanaan SP yang belum penulis pahami. Paparan diatas
merupakan hasil diskusi dan pengalaman lapangan yang didapat selama tahun 2007.
Permasalahan semacam ini bisa jadi dialami juga oleh wilayah lainnya, dan tidak
setiap penanggung jawab kegiatan ini memiliki kemampuan yang sama dalam
menanganinya. Akan tetapi mengingat betapa pentingnya pelaksanaan SP ini, maka
diharapkan ada tindak lanjut dari BPS dan Departemen Pertanian. Sebab jika
dibiarkan secara terus menerus maka hal ini dapat menghambat perencanaan
pembangunan bidang pertanian terutama sub sektor tanaman pangan di Kabupaten
Karimun khususnya dan Provinsi Kepulauan Riau pada umumnya. Mungkin ada baiknya
pimpinan serta petugas BPS dan Dinas pertanian di daerah dikumpulkan bersama
dan diberikan pelatihan atau pengarahan lebih lanjut. Apalagi kedepan kabarnya terdapat
wacana untuk mengurangi area kerja PPL di Kabupaten Karimun dari kecamatan
menjadi level desa. Tentunya hal ini akan menjadikan tanggungjawab atas
pengelolaan data pertanian tingkat kecamatan di masa mendatang bisa menjadi
semakin tidak jelas.